Showing posts with label Hukum - Fatwa. Show all posts
Showing posts with label Hukum - Fatwa. Show all posts

Bolehkah Mengoleksi Majalah-majalah yang Bergambar Makhluk Hidup?


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgH-huAQpKTx2R88SVpOE_-CP0H8NCrg8lI3RqsoHot9Q_zD8_tj4SYYwPj8em_Pcw10vHMlUIytatclFRZI-9u-FyGlLGb81PMwDfq5JzOjEGHoabw1MwasDtlRIbKeoYTFy5rbIJDcJM/s1600/memajang-foto-didinding.jpg

Pertanyaan:

Saya seorang siswa Marhalah Tsanawi (setingkat SMU) yang sangat gemar membaca dan menelaah buku-buku bacaan yang berisi tentang ajaran-ajaran Islam, budaya, kemiliteran, dan lain-lain, sehingga saya sengaja berlangganan beberapa macam majalah. Akan tetapi, kebanyakan dari majalah-majalah tersebut di dalamnya terdapat gambar-gambar manusia, padahal saya bermaksud mengoleksi dan menyimpan majalah-majalah tersebut di perpustakaan pribadi saya. Saya menjadi ragu karena ada beberapa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengaharamkan masalah gambar ini dan menyatakan bahwa Malaikat tidak mau masuk rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxegbXrIJ0v_HLgOr69Ng8Z4AdWgU-2E8mIGpp1eNcvCZ1w50Olwt1XlSqpzBPu3g8atuiXad6mU9ZhcWEp3MoY3Md4WIZx8a50HsRS7gC-m4MOnNfoaI9G05gFmsRFKIhBctw68rxbBpv/s1600/melukis-400x300.jpg

Jawaban:

Anda boleh menyimpan buku-buku, surat kabar, dan majalah-majalah yang bermanfaat walaupun di dalamnya terdapat gambar. Jika gambar tersebut orang perempuan, Anda harus menutupi atau menghapusnya. Tapi, jika gambar tersebut laki-laki atau gambar binatang, Anda cukup membuang kepalanya saja, sebagaimana diperintahkan dalam beberapa hadits shahih.

Sumber: Fatawa Syaikh Bin Baaz Jilid 2, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Pustaka at-Tibyan




Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !
Mengapa Mengamalkan Shalawat Nariyah Dilarang?

Mengapa Mengamalkan Shalawat Nariyah Dilarang?


shalawat nariyah

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Berikut penjelasan salah satu situs yang menyebutkan keutamaan shalawat nariyah,

    “Jika mendapat kesusahan karena kehilangan barang, hendaknya membaca sholawat ini sebanyak 4444 kali. Insya Allah barang yang hilang tersebut akan cepat kembali. Jika barang tersebut dicuri orang dan tidak dikembalikan, maka pencuri tersebut akan mengalami musibah dengan kehendak Allah swt. ….

    Untuk melancarkan rezeki, memudahkan tercapainya hajat yang besar, menjauhkan dari gangguan jahat, baca sholawat ini sebanyak 444 kali, boleh dibaca sendiri atau berjamaah. Syeih Sanusi berkata: “ Barangsiapa secara rutin membaca shalawat ini setiap hari sebanyak 11 kali maka Allah swt akan menurunkan rezekinya dari langit dan mengeluarkannya dari bumi serta mengikutinya dari belakang meski tidak dikehendakinya…”

Jika orang yang mengamalkan shalawat nariyah bersedia untuk merenung sejenak – berfikir sejenak saja dengan akal sehatnya – dia akan bisa menyimpulkan hal yang aneh mengenai shalawat nariyah.video kajian aqidah ahlussunnah

Pertama, semua manusia yang bisa membaca telah sepakat bahwa shalawat nariyah tidak pernah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat, tabiin, tabi’ tabiin, para ulama imam madzhab, maupun para ulama ahlus sunah yang menjadi sumber rujukan. Kita sendiri tidak tahu, kapan pertama kali shalawat ini diajarkan. Yang jelas, shalawat ini dicetak dalam buku karya Al-Barzanji yang banyak tersebar di tanah air.

Nah.., jika deretan manusia shaleh yang menjadi sumber rujukan ibadah tidak pernah mengenal shalawat ini, bagaimana mungkin ada embel-embel fadhilah & keutamaannya. Dari mana sumber fadhilah yang disebutkan? Amalannya saja tidak pernah dikenal di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, bagaimana mungkin ada fadilahnya??

Ini jika mereka bersedia untuk berfikir.

Kedua, beberapa orang ketika diingatkan bahwa shalawat nariyah tidak pernah dikenal dalam islam, dia berontak dan berusaha membela. Bila perlu harus menumpahkan darah, demi shalawat nariyah.

Jika orang ini bersedia untuk berfikir dan merenung, seharunya dia malu dengan tindakannya.

Saya ulangi, mereka yang membela shalawat nariyah, yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa shalawat nariyah tidak pernah dikenal oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Lantas mengapa harus dibela-bela?

Jika dia membela kalimat laa ilaaha illallah, dan memusuhi orang yang melarang membaca kalimat tauhid itu, ini perjuangan yang bernilai pahala. Karena kalimat tauhid adalah pembeda antara muslim dan kafir.

Tapi membela shalawat nariyah, apanya yang mau dibela? Apakah ini menjadi pembeda antara muslim dan kafir? Atau pembeda antara pengikut Nabi dan musuh Nabi?

Apakah dengan tidak membaca shalawat nariyah orang jadi berdosa? Apakah meninggalkan shalawat nariyah akan masuk neraka?

Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat tidak pernah mengenalnya dan tidak pernah mengamalkannya? Bukankah shalawat nariyah tidak pernah dikenal dalam islam?

Ini jika dia bersedia untuk berfikir.

Ketiga, jika kita perhatikan, dalam shalawat nariyah terdapat beberapa bait yang maknanya sangat berbahaya. Pengkultusan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semua kaum muslimin menghormati dan mencintai beliau. Namun apapun alasannya, sikap kultus kepada manusia siapapun, tidak pernah dibenarkan dalam islam.

Allah ingatkan status Rasul-Nya kepada umat manusia, bahwa sekalipun beliau seorang nabi & rasul, beliau sama sekali tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan.

قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Katakanlah: “Aku tidak berkuasa memberikan manfaat bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Al-A’raf: 188).

Kita perhatikan, Allah sampaikan bahwa Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia biasa, seperti umumnya manusia. Semua sifat manusia ada pada dirinya, sehingga sama sekali tidak memiliki kemampuan di luar batas yang dimiliki manusia. Beliau tidak bisa mendatangkan rizki, tidak mampu menolak musibah dan balak, selain apa yang dikehendaki Allah. Beliau juga tidak bisa mengetahui hal yang ghaib, selain apa yang Allah wahyukan. Hanya saja, beliau adalah seorang uturan, basyir wa nadzir, yang bertugas menjelaskan syariat. Sehingga beliau wajib ditaati sepenuhnya.

Dalam shalawat nariyah, terdapat kalimat pengkultusan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang itu bertentangan dengan kenyataan di atas.

Lafadz tersebut adalah:

تـُــنْحَلُ بِهِ العُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الحَوَائِجُ وَ تُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ

Rincian:

(تنحل به العقد)

: Segala ikatan dan kesulitan bisa lepas karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

(وتنفرج به الكرب)

: Segala bencana bisa tersingkap dengan adanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

(وتقضى به الحوائج)

: Segala kebutuhan bisa terkabulkan karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

(وتنال به الرغائب)

: Segala keinginan bisa didapatkan dengan adanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

Empat kalimat di atas merupakan pujian yang ditujukan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika kita perhatikan, empat kemampuan di atas merupakan kemampuan yang hanya dimiliki oleh Allah dan tidak dimiliki oleh makhluk-Nya siapa pun orangnya. Karena yang bisa menghilangkan kesulitan, menghilangkan bencana, memenuhi kebutuhan, dan mengabulkan keinginan serta doa, hanyalah Allah. Seorang Nabi atau bahkan para malaikat sekalipun, tidak memiliki kemampuan dalam hal ini.

Seorang guru qiraah memberikan pengumuman kepada para muridnya:

“Siapa yang membuat lagu qiraah SELAIN yang saya ajarkan, saya TIDAK akan memberikan nilai, apapun bentuk lagu qiraah itu. Dan jika lagu qiraah yang baru itu fals, gak enak didengar, akan didenda 100 juta.”

Kira-kira, apa yang akan dilakukan oleh siswa. Dari pada gitu, mending ikutin aja lagu qiraah yang diajarkan guru.

Orang yang mengamalkan shalawat nariyah, apa bisa dia harapkan dari amal ini? Mengharapkan pahala? Pahala dari mana, sementara tidak pernah ada janji pahala, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat sendiri tidak pernah mengenalnya?

Terlebih dalam shalawat nariyah terdapat kalimat yang membahayakan secara aqidah.

Itu sedikit renungan, jika mereka mau berfikir.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits




Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Apakah Shalat id Bisa Menggantikan Shalat Dhuha?


shalat dhuha di hari raya

Benarkah shalat id menggantikan shalat dhuha?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Dalam syariat kita ada shalat yang dia menggantikan posisi shalat yang lain. Seperti shalat jumat yang menggantikan posisi shalat dzuhur. Sehingga orang yang sudah shalat jumat, tidak disyariatkan untuk melakukan shalat dzuhur.

Sebaliknya, ketika shalat itu tidak saling menggantikan, maka masing-masing dianjurkan untuk dikerjakan sendiri-sendiri. Diantaranya hubungan antara shalat id dan shalat dhuha. Karena keduanya tidak saling menggantikan, maka masing-masing dianjurkan sendiri-sendiri.

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJmrCLqT3X9SHSS7-LW62qb81mZ1RV9IprtFIlIeqqsnlJBX55DAmbkP6aqv1WKGQX6qgiTYsRuza9u30HqypqZb0ePRZFjg_lYqeAqXWLOphjto-pdi4lPIx_nPDPkkXW-MdAfFyBTSw/s1600/sholat-dhuha.jpg

Dalam Fatwa Lajnah terdapat pertanyaan,

هل صلاة العيدين أو الاستسقاء تنوب عن صلاة الضحى أم لا‏؟‏

Apakah shalat id atau istisqa bisa menggantikan shalat dhuha atau tidak?

Jawaban Lajnah Daimah,

لا تنوب صلاة العيد أو الاستسقاء عن صلاة الضحى‏.

“Shalat id dan istisqa tidak bisa menggantikan shalat dhuha..” (Fatwa Lajnah, no. 6936)

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,

فصلاة العيد لا تنوب عن صلاة الضحى، فكلاهما عبادة مستقلة مطلوبة لذاتها, فصلاة الضحى من السنن الثابتة بفعل رسول الله صلى الله عليه وسلم وقد رغب في المواظبة عليها، أما صلاة العيد فللعلماء فيها ثلاثة مذهب: الأول أنها  سنة, والثاني أنها فرض عين, والثالث أنها فرض كفاية

Shalat id tidak bisa menggantikan shalat dhuha. Masing-masing ibadah yang berdiri sendiri, masing-masing dianjurkan. Shalat dhuha termasuk sunah yang dianjurkan berdasarkan praktek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dianjurkan untuk dirutinkan. Sementara shalat id, ada 3 pendapat ulama di sana: pertama, sunah, kedua, wajib ain, dan ketiga, fardhu kifayah.  (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 227446)

Karena itu, shalat dhuha tetap dianjurkan setelah melaksanakan shalat id.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits




Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !
Ayam Yang Ada di Pasar itu Haram?

Ayam Yang Ada di Pasar itu Haram?




Assalamu’alaikum Wr. Wb,

Saya punya pertanyaan yang butuh jawaban tuntas dari orang seperti pak Ustadz, yang saya anggap lebih banyak mengerti hukum syariah.
Bagaimana cara kita meyakini bahwa daging yang dijual orang benar-benar disembelih dengan menyebut basmallah. Kalau ternyata tidak membaca basmallah, apakah kita telah makan makanan yang haram?
Adakah pendapat yang membolehkan kita menyembelih tanpa baca basmalah? Dan apa dalilnya?

Syukran.

Wassalamu’alikum Wr. Wb


Pak Ahmad <asd*fab@gmail.com>

Jawab:

Wa alaikumus salam wa rahmatullah

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Pertama, kita perlu memahami satu kaidah baku dalam masalah sembelihan,

‘Bahwa hukum asal daging dan sembelihan adalah haram.’

Imam as-Sa’di mengatakan,

اللحوم الأصل فيها التحريم حتى يتيقن الحل ، ولهذا إذا اجتمع في الذبيحة سببان : مبيح ومحرم ، غلب التحريم

Hukum asal daging adalah haram, sampai kita yakin halal. Karena itu, ketika ada binatang yang mati tidak jelas sebabnya, bisa mati karena sebab mubah atau sebab haram, maka dipilih mati dengan sebab haram (tidak boleh dikonsumsi). (Risalah al-Qawaid al-Fiqhiyah, hlm. 29).

Diantara dalil yang menunjukkan kaidah ini adalah hadis dari Adi bin Hatim Radhiyallahu ‘anhu, sahabat yang diajari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang buruan yang halal dan haram,

إِذَا أَرسَلتَ كَلبَكَ وَسَمَّيتَ فَأَمسَكَ وَقَتَلَ فَكُل ، وَإِن أَكَلَ فَلَا تَأكُلْ فَإِنَّمَا أَمسَكَ عَلَى نَفسِهِ ، وَإِذَا خَالَطَ كِلَابًا لَم يُذكَرِ اسمُ اللَّهِ عَلَيهَا فَأَمسَكنَ وَقَتَلنَ فَلَا تَأكُلْ ، فَإِنَّكَ لَا تَدرِي أَيُّهَا قَتَلَ ، وَإِن رَمَيتَ الصَّيدَ فَوَجَدتَهُ بَعدَ يَومٍ أَو يَومَينِ لَيسَ بِهِ إِلَّا أَثَرُ سَهمِكَ فَكُل ، وَإِن وَقَعَ فِي المَاءِ فَلَا تَأكُلْ

“Jika ketika kamu melepas anjing pemburu, kamu membaca Basmillah, lalu dia berhasil menangkap dan mematikan buruannya, silahkan kamu makan. Dan jika anjingmu menangkap buruan itu lalu dia makan sebagian, jangan kamu makan. Karena berarti dia menangkap untuk dirinya sendiri. Jika turut bergabung anjing lain yang ketika berburu tidak dibacakan nama Allah, lalu mereka berhasil menangkapnya dan membunuh buruannya, jangan kau makan. Karena kamu tidak tahu, anjing mana yang membunuh binatang buruan itu. Jika kamu memanah binatang, kemudian kamu baru menemukannya setelah sehari atau dua hari, dan tidak ada bekas luka selain panahmu, silahkan makan. Jika kamu memanah dan jatuh ke air, jangan kamu makan.” (HR. Ahmad 18753 & Bukhari 5484).

Anda bisa perhatikan dalam hadis di atas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang Adi bin Hatim untuk memakan binatang buruan yang meragukan. Dalam hadis di atas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan 3 hal yang meragukan ketika berburu,

    Anjing buruan makan sebagian hewan yg diburu. Ini menjadi haram, karena berarti dia berburu untuk dimakan sendiri dan bukan untuk tuannya.
    Jika ada anjing liar yang turut memburu binatang buruan itu, kemudian mereka bisa menangkap buruan itu. Ini menjadi haram, karena tidak jelas mana yang membunuh hewan buruan itu. Di sana ada kemungkinan, anjing liar itu yg membunuhnya. Padahal dia lepas tanpa basmalah.
    Ketika hewan yang dipanah jatuh ke air, lalu mati. Ini menjadi haram. Karena kita tidak tahu, apakah dia mati disebabkan luka panah atau mati karena tenggelam.

Ibnul Qoyim menjelaskan,

لما كان الأصل في الذبائح التحريم ، وشك هل وجد الشرط المبيح أم لا ، بقي الصيد على أصله في التحريم

Mengingat hukum asal dalam sembelihan adalah haram, dan diragukan apakah memenuhi syarat sembelihan yang benar ataukah tidak, maka binatang buruan kembali kepada hukum asalnya, yaitu haram. (I’lamul Muwaqqi’in, 1/340).

Kedua, apa acuan untuk memahami bahwa daging ini halal?

Apakah harus sampai taraf yakin? Ataukah cukup dengan dugaan kuat dan indikator lahiriyah saja?

Sebagai ilustrasi,

Ketika kita mendapatkan sekerat daging ayam untuk dimakan. Ada 2 pertanyaan di sana:

Apakah kita harus yakin 100% bahwa daging ini dari ayam yang disembelih secara syar’i?

Ataukah cukup dengan melihat indikator lahiriyah sehingga kita memiliki dugaan kuat ini halal?

Jika jawabannya: harus yakin 100%, maka kita tidak boleh mengkonsumsi daging ayam itu, sampai kita tahu siapa yang menyembelih, kemudian kita kepadanya, bagaimana cara dia menyembelih. Sehingga kita bisa yakin, ini daging disembelih secara syar’i.

 http://images.suaradesa.timesindonesia.co.id/1440574631-Harga-Daging-Ayam-Kompak-Meroket-di-Berbagai-Daerah.jpg

Kita akan simak beberapa dalil terkait masalah ini, sehingga kita bisa lihat, apakah harus sampai derajat yakin atau cukup melihat indikator lahir.

Pertama, hadis dari A’isyah Radhiyallahu ‘anha,

أَنَّ قَوْمًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَنَا بِاللَّحْمِ لاَ نَدْرِى أَذَكَرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لاَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – “سَمُّوا اللَّهَ عَلَيْهِ وَكُلُوهُ ” قَالَتْ وَكَانُوا حَدِيثِى عَهْدٍ بِالْكُفْرِ

“Ada beberapa orang yang bertanya, “Ya Rasulullah, ada orang yang memberikan daging kepada kami. Sementara kami tidak tahu, apakah ketika dia menyembelih membaca basmalah ataukah tidak?”

Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Baca basmalah dan silahkan makan.”

Kata A’isyah: “Mereka baru saja masuk islam.” (HR. Bukhari 2057)

Perintah untuk membaca basmalah pada hadis di atas adalah membaca basmalah ketika makan. Bukan membaca basmalah dalam rangka menghalalkan daging itu. Tentu bacaan basmalah setelah hewan disembelih, tidak memberi pengaruh apapun.

Dalam hadis ini, acuan halal haram sembelihan yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi konsumen adalah dengan melihat agama yang menyembelih. Selama dia muslim, sembelihannya halal. Dan kita tidak diperintahkan untuk inspeksi serta menanyakan bagaimana cara dia menyembelih.

Di situlah arti penting dari catatan yang diberikan A’isyah di akhir hadis: “Mereka baru saja masuk islam.”

Sahabat ini menanyakan apakah daging ini halal atau haram, karena yang menyembelih baru masuk islam. Yang bisa jadi, karena kebiasaan lamanya, dia akan menyembelih dengan menyebut nama berhala mereka. Namun dugaan ini tidak berlaku, dan dianggap sebagai kemungkinan lemah. Karena acuannya dikembalikan kepada agama yang menyembelih. Dan sembelihan setiap muslim dianggap sah.

Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan,

ويستفاد منه أن كل ما يوجد في أسواق المسلمين محمول على الصحة ، وكذا ما ذبحه أعراب المسلمين ؛ لأن الغالب أنهم عرفوا التسمية ، وبهذا الأخير جزم ابن عبد البر فقال : فيه أن ما ذبحه المسلم يؤكل ويحمل على أنه سمَّى ؛ لأن المسلم لا يظن به في كل شيء إلا الخير ، حتى يتبين خلاف ذلك

Disimpulkan dari hadis ini, bahwa daging yang beredar di pasar kaum muslimin dipahami sebagai daging yang sah (sembelihannya). Demikian pula hewan yang disembelih kaum muslimin baduwi pedalaman. Karena umumnya, mereka paham tentang tasmiyah (membaca basmalah ketika menyembelih). Keterangan ini yang ditegaskan Ibnu Abdil Bar. Beliau menyatakan, bahwa apa yang disembelih kaum muslimin boleh langsung dimakan dan diyakini dia membaca basmalah ketika menyembelih. Karena tidak boleh memberikan persangkaan kepada seorang muslim kecuali yang baik. Sampai kita mendapatkan bukti sebaliknya. (Fathul Bari, 9/635).

Bahkan Ibnul Qoyim menyebutkan bahwa ulama sepakat, boleh jual beli daging tanpa harus bertanya-tanya tentang jaminan kehalalannya. Beliau mengatakan,

وأجمعوا على جواز شراء اللحمان والأطعمة والثياب وغيرها من غير سؤال عن أسباب حلها … بل هو اكتفاء بقبول قول الذابح والبائع … حتى لو كان الذابح والبائع يهوديا أو نصرانيا أو فاجرا اكتفينا بقوله في ذلك ولم نسأله عن أسباب الحل

Ulama sepakat bolehnya membeli daging, makanan, pakaian, atau yang lainnya, tanpa harus mempertanyakan jaminan kehalalannya. Bahkan cukup dengan menerima keterangan penyembelih dan penjual. Sekalipun yang menyembelih beragama yahudi, nasrani, atau orang fasik, kita hanya cukup berdasarkan keterangan darinya. dan tidak perlu mempertanyakan jaminan kehalalannya. (I’lam al-Muwaqqi’in, 2/255).

Ketiga, khusus bagi anda yang pernah menyaksikan langsung cara penyembelihan yang tidak syar’i atau anda memiliki bukti yang sangat jelas bahwa penyembelihannya tidak syar’i, maka anda tidak boleh mengkonsumsinya.

Beberapa laporan yang sampai kepada kami ada tempat pemotongan ayam yang sama sekali tidak membaca basmalah ketika menyembelih. Ada juga yang melihat, ada pemotong yang menyembelih puluhan ayam sambil bernyanyi, mengikuti irama lagu yang ada di radio.

Ada juga yang melihat dia memotong ayam dengan hanya ditusuk menggunakan sujen (tusuk sate), sehingga tenggorokan dan uratnya tidak putus.

Atau pemotong hanya melukai sedikit bagian leher kemudian ayam langsung dilempar ke air mendidih. Sehingga bisa dipastikan dia mati karena digodog.

Semua ini bukti bahwa ayam ini mati tanpa disembelih secara syar’i, dan statusnnya bangkai.

Dan jika kita mendapatkan bukti itu, jangan disentuh karena itu bangkai.

Sebaliknya, bagi anda yang tidak mendapatkan bukti itu, maka halal bagi anda untuk mengkonsumsi daging ayam tersebut.

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits


Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Kategori

Kategori