Showing posts with label Tafsir Alquran - Hadist - Ijma. Show all posts
Showing posts with label Tafsir Alquran - Hadist - Ijma. Show all posts
Mengapa Mengamalkan Shalawat Nariyah Dilarang?

Mengapa Mengamalkan Shalawat Nariyah Dilarang?


shalawat nariyah

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Berikut penjelasan salah satu situs yang menyebutkan keutamaan shalawat nariyah,

    “Jika mendapat kesusahan karena kehilangan barang, hendaknya membaca sholawat ini sebanyak 4444 kali. Insya Allah barang yang hilang tersebut akan cepat kembali. Jika barang tersebut dicuri orang dan tidak dikembalikan, maka pencuri tersebut akan mengalami musibah dengan kehendak Allah swt. ….

    Untuk melancarkan rezeki, memudahkan tercapainya hajat yang besar, menjauhkan dari gangguan jahat, baca sholawat ini sebanyak 444 kali, boleh dibaca sendiri atau berjamaah. Syeih Sanusi berkata: “ Barangsiapa secara rutin membaca shalawat ini setiap hari sebanyak 11 kali maka Allah swt akan menurunkan rezekinya dari langit dan mengeluarkannya dari bumi serta mengikutinya dari belakang meski tidak dikehendakinya…”

Jika orang yang mengamalkan shalawat nariyah bersedia untuk merenung sejenak – berfikir sejenak saja dengan akal sehatnya – dia akan bisa menyimpulkan hal yang aneh mengenai shalawat nariyah.video kajian aqidah ahlussunnah

Pertama, semua manusia yang bisa membaca telah sepakat bahwa shalawat nariyah tidak pernah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat, tabiin, tabi’ tabiin, para ulama imam madzhab, maupun para ulama ahlus sunah yang menjadi sumber rujukan. Kita sendiri tidak tahu, kapan pertama kali shalawat ini diajarkan. Yang jelas, shalawat ini dicetak dalam buku karya Al-Barzanji yang banyak tersebar di tanah air.

Nah.., jika deretan manusia shaleh yang menjadi sumber rujukan ibadah tidak pernah mengenal shalawat ini, bagaimana mungkin ada embel-embel fadhilah & keutamaannya. Dari mana sumber fadhilah yang disebutkan? Amalannya saja tidak pernah dikenal di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, bagaimana mungkin ada fadilahnya??

Ini jika mereka bersedia untuk berfikir.

Kedua, beberapa orang ketika diingatkan bahwa shalawat nariyah tidak pernah dikenal dalam islam, dia berontak dan berusaha membela. Bila perlu harus menumpahkan darah, demi shalawat nariyah.

Jika orang ini bersedia untuk berfikir dan merenung, seharunya dia malu dengan tindakannya.

Saya ulangi, mereka yang membela shalawat nariyah, yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa shalawat nariyah tidak pernah dikenal oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Lantas mengapa harus dibela-bela?

Jika dia membela kalimat laa ilaaha illallah, dan memusuhi orang yang melarang membaca kalimat tauhid itu, ini perjuangan yang bernilai pahala. Karena kalimat tauhid adalah pembeda antara muslim dan kafir.

Tapi membela shalawat nariyah, apanya yang mau dibela? Apakah ini menjadi pembeda antara muslim dan kafir? Atau pembeda antara pengikut Nabi dan musuh Nabi?

Apakah dengan tidak membaca shalawat nariyah orang jadi berdosa? Apakah meninggalkan shalawat nariyah akan masuk neraka?

Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat tidak pernah mengenalnya dan tidak pernah mengamalkannya? Bukankah shalawat nariyah tidak pernah dikenal dalam islam?

Ini jika dia bersedia untuk berfikir.

Ketiga, jika kita perhatikan, dalam shalawat nariyah terdapat beberapa bait yang maknanya sangat berbahaya. Pengkultusan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semua kaum muslimin menghormati dan mencintai beliau. Namun apapun alasannya, sikap kultus kepada manusia siapapun, tidak pernah dibenarkan dalam islam.

Allah ingatkan status Rasul-Nya kepada umat manusia, bahwa sekalipun beliau seorang nabi & rasul, beliau sama sekali tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan.

قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Katakanlah: “Aku tidak berkuasa memberikan manfaat bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Al-A’raf: 188).

Kita perhatikan, Allah sampaikan bahwa Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia biasa, seperti umumnya manusia. Semua sifat manusia ada pada dirinya, sehingga sama sekali tidak memiliki kemampuan di luar batas yang dimiliki manusia. Beliau tidak bisa mendatangkan rizki, tidak mampu menolak musibah dan balak, selain apa yang dikehendaki Allah. Beliau juga tidak bisa mengetahui hal yang ghaib, selain apa yang Allah wahyukan. Hanya saja, beliau adalah seorang uturan, basyir wa nadzir, yang bertugas menjelaskan syariat. Sehingga beliau wajib ditaati sepenuhnya.

Dalam shalawat nariyah, terdapat kalimat pengkultusan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang itu bertentangan dengan kenyataan di atas.

Lafadz tersebut adalah:

تـُــنْحَلُ بِهِ العُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الحَوَائِجُ وَ تُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ

Rincian:

(تنحل به العقد)

: Segala ikatan dan kesulitan bisa lepas karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

(وتنفرج به الكرب)

: Segala bencana bisa tersingkap dengan adanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

(وتقضى به الحوائج)

: Segala kebutuhan bisa terkabulkan karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

(وتنال به الرغائب)

: Segala keinginan bisa didapatkan dengan adanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

Empat kalimat di atas merupakan pujian yang ditujukan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika kita perhatikan, empat kemampuan di atas merupakan kemampuan yang hanya dimiliki oleh Allah dan tidak dimiliki oleh makhluk-Nya siapa pun orangnya. Karena yang bisa menghilangkan kesulitan, menghilangkan bencana, memenuhi kebutuhan, dan mengabulkan keinginan serta doa, hanyalah Allah. Seorang Nabi atau bahkan para malaikat sekalipun, tidak memiliki kemampuan dalam hal ini.

Seorang guru qiraah memberikan pengumuman kepada para muridnya:

“Siapa yang membuat lagu qiraah SELAIN yang saya ajarkan, saya TIDAK akan memberikan nilai, apapun bentuk lagu qiraah itu. Dan jika lagu qiraah yang baru itu fals, gak enak didengar, akan didenda 100 juta.”

Kira-kira, apa yang akan dilakukan oleh siswa. Dari pada gitu, mending ikutin aja lagu qiraah yang diajarkan guru.

Orang yang mengamalkan shalawat nariyah, apa bisa dia harapkan dari amal ini? Mengharapkan pahala? Pahala dari mana, sementara tidak pernah ada janji pahala, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat sendiri tidak pernah mengenalnya?

Terlebih dalam shalawat nariyah terdapat kalimat yang membahayakan secara aqidah.

Itu sedikit renungan, jika mereka mau berfikir.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits




Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !
Ayam Yang Ada di Pasar itu Haram?

Ayam Yang Ada di Pasar itu Haram?




Assalamu’alaikum Wr. Wb,

Saya punya pertanyaan yang butuh jawaban tuntas dari orang seperti pak Ustadz, yang saya anggap lebih banyak mengerti hukum syariah.
Bagaimana cara kita meyakini bahwa daging yang dijual orang benar-benar disembelih dengan menyebut basmallah. Kalau ternyata tidak membaca basmallah, apakah kita telah makan makanan yang haram?
Adakah pendapat yang membolehkan kita menyembelih tanpa baca basmalah? Dan apa dalilnya?

Syukran.

Wassalamu’alikum Wr. Wb


Pak Ahmad <asd*fab@gmail.com>

Jawab:

Wa alaikumus salam wa rahmatullah

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Pertama, kita perlu memahami satu kaidah baku dalam masalah sembelihan,

‘Bahwa hukum asal daging dan sembelihan adalah haram.’

Imam as-Sa’di mengatakan,

اللحوم الأصل فيها التحريم حتى يتيقن الحل ، ولهذا إذا اجتمع في الذبيحة سببان : مبيح ومحرم ، غلب التحريم

Hukum asal daging adalah haram, sampai kita yakin halal. Karena itu, ketika ada binatang yang mati tidak jelas sebabnya, bisa mati karena sebab mubah atau sebab haram, maka dipilih mati dengan sebab haram (tidak boleh dikonsumsi). (Risalah al-Qawaid al-Fiqhiyah, hlm. 29).

Diantara dalil yang menunjukkan kaidah ini adalah hadis dari Adi bin Hatim Radhiyallahu ‘anhu, sahabat yang diajari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang buruan yang halal dan haram,

إِذَا أَرسَلتَ كَلبَكَ وَسَمَّيتَ فَأَمسَكَ وَقَتَلَ فَكُل ، وَإِن أَكَلَ فَلَا تَأكُلْ فَإِنَّمَا أَمسَكَ عَلَى نَفسِهِ ، وَإِذَا خَالَطَ كِلَابًا لَم يُذكَرِ اسمُ اللَّهِ عَلَيهَا فَأَمسَكنَ وَقَتَلنَ فَلَا تَأكُلْ ، فَإِنَّكَ لَا تَدرِي أَيُّهَا قَتَلَ ، وَإِن رَمَيتَ الصَّيدَ فَوَجَدتَهُ بَعدَ يَومٍ أَو يَومَينِ لَيسَ بِهِ إِلَّا أَثَرُ سَهمِكَ فَكُل ، وَإِن وَقَعَ فِي المَاءِ فَلَا تَأكُلْ

“Jika ketika kamu melepas anjing pemburu, kamu membaca Basmillah, lalu dia berhasil menangkap dan mematikan buruannya, silahkan kamu makan. Dan jika anjingmu menangkap buruan itu lalu dia makan sebagian, jangan kamu makan. Karena berarti dia menangkap untuk dirinya sendiri. Jika turut bergabung anjing lain yang ketika berburu tidak dibacakan nama Allah, lalu mereka berhasil menangkapnya dan membunuh buruannya, jangan kau makan. Karena kamu tidak tahu, anjing mana yang membunuh binatang buruan itu. Jika kamu memanah binatang, kemudian kamu baru menemukannya setelah sehari atau dua hari, dan tidak ada bekas luka selain panahmu, silahkan makan. Jika kamu memanah dan jatuh ke air, jangan kamu makan.” (HR. Ahmad 18753 & Bukhari 5484).

Anda bisa perhatikan dalam hadis di atas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang Adi bin Hatim untuk memakan binatang buruan yang meragukan. Dalam hadis di atas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan 3 hal yang meragukan ketika berburu,

    Anjing buruan makan sebagian hewan yg diburu. Ini menjadi haram, karena berarti dia berburu untuk dimakan sendiri dan bukan untuk tuannya.
    Jika ada anjing liar yang turut memburu binatang buruan itu, kemudian mereka bisa menangkap buruan itu. Ini menjadi haram, karena tidak jelas mana yang membunuh hewan buruan itu. Di sana ada kemungkinan, anjing liar itu yg membunuhnya. Padahal dia lepas tanpa basmalah.
    Ketika hewan yang dipanah jatuh ke air, lalu mati. Ini menjadi haram. Karena kita tidak tahu, apakah dia mati disebabkan luka panah atau mati karena tenggelam.

Ibnul Qoyim menjelaskan,

لما كان الأصل في الذبائح التحريم ، وشك هل وجد الشرط المبيح أم لا ، بقي الصيد على أصله في التحريم

Mengingat hukum asal dalam sembelihan adalah haram, dan diragukan apakah memenuhi syarat sembelihan yang benar ataukah tidak, maka binatang buruan kembali kepada hukum asalnya, yaitu haram. (I’lamul Muwaqqi’in, 1/340).

Kedua, apa acuan untuk memahami bahwa daging ini halal?

Apakah harus sampai taraf yakin? Ataukah cukup dengan dugaan kuat dan indikator lahiriyah saja?

Sebagai ilustrasi,

Ketika kita mendapatkan sekerat daging ayam untuk dimakan. Ada 2 pertanyaan di sana:

Apakah kita harus yakin 100% bahwa daging ini dari ayam yang disembelih secara syar’i?

Ataukah cukup dengan melihat indikator lahiriyah sehingga kita memiliki dugaan kuat ini halal?

Jika jawabannya: harus yakin 100%, maka kita tidak boleh mengkonsumsi daging ayam itu, sampai kita tahu siapa yang menyembelih, kemudian kita kepadanya, bagaimana cara dia menyembelih. Sehingga kita bisa yakin, ini daging disembelih secara syar’i.

 http://images.suaradesa.timesindonesia.co.id/1440574631-Harga-Daging-Ayam-Kompak-Meroket-di-Berbagai-Daerah.jpg

Kita akan simak beberapa dalil terkait masalah ini, sehingga kita bisa lihat, apakah harus sampai derajat yakin atau cukup melihat indikator lahir.

Pertama, hadis dari A’isyah Radhiyallahu ‘anha,

أَنَّ قَوْمًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَنَا بِاللَّحْمِ لاَ نَدْرِى أَذَكَرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لاَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – “سَمُّوا اللَّهَ عَلَيْهِ وَكُلُوهُ ” قَالَتْ وَكَانُوا حَدِيثِى عَهْدٍ بِالْكُفْرِ

“Ada beberapa orang yang bertanya, “Ya Rasulullah, ada orang yang memberikan daging kepada kami. Sementara kami tidak tahu, apakah ketika dia menyembelih membaca basmalah ataukah tidak?”

Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Baca basmalah dan silahkan makan.”

Kata A’isyah: “Mereka baru saja masuk islam.” (HR. Bukhari 2057)

Perintah untuk membaca basmalah pada hadis di atas adalah membaca basmalah ketika makan. Bukan membaca basmalah dalam rangka menghalalkan daging itu. Tentu bacaan basmalah setelah hewan disembelih, tidak memberi pengaruh apapun.

Dalam hadis ini, acuan halal haram sembelihan yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi konsumen adalah dengan melihat agama yang menyembelih. Selama dia muslim, sembelihannya halal. Dan kita tidak diperintahkan untuk inspeksi serta menanyakan bagaimana cara dia menyembelih.

Di situlah arti penting dari catatan yang diberikan A’isyah di akhir hadis: “Mereka baru saja masuk islam.”

Sahabat ini menanyakan apakah daging ini halal atau haram, karena yang menyembelih baru masuk islam. Yang bisa jadi, karena kebiasaan lamanya, dia akan menyembelih dengan menyebut nama berhala mereka. Namun dugaan ini tidak berlaku, dan dianggap sebagai kemungkinan lemah. Karena acuannya dikembalikan kepada agama yang menyembelih. Dan sembelihan setiap muslim dianggap sah.

Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan,

ويستفاد منه أن كل ما يوجد في أسواق المسلمين محمول على الصحة ، وكذا ما ذبحه أعراب المسلمين ؛ لأن الغالب أنهم عرفوا التسمية ، وبهذا الأخير جزم ابن عبد البر فقال : فيه أن ما ذبحه المسلم يؤكل ويحمل على أنه سمَّى ؛ لأن المسلم لا يظن به في كل شيء إلا الخير ، حتى يتبين خلاف ذلك

Disimpulkan dari hadis ini, bahwa daging yang beredar di pasar kaum muslimin dipahami sebagai daging yang sah (sembelihannya). Demikian pula hewan yang disembelih kaum muslimin baduwi pedalaman. Karena umumnya, mereka paham tentang tasmiyah (membaca basmalah ketika menyembelih). Keterangan ini yang ditegaskan Ibnu Abdil Bar. Beliau menyatakan, bahwa apa yang disembelih kaum muslimin boleh langsung dimakan dan diyakini dia membaca basmalah ketika menyembelih. Karena tidak boleh memberikan persangkaan kepada seorang muslim kecuali yang baik. Sampai kita mendapatkan bukti sebaliknya. (Fathul Bari, 9/635).

Bahkan Ibnul Qoyim menyebutkan bahwa ulama sepakat, boleh jual beli daging tanpa harus bertanya-tanya tentang jaminan kehalalannya. Beliau mengatakan,

وأجمعوا على جواز شراء اللحمان والأطعمة والثياب وغيرها من غير سؤال عن أسباب حلها … بل هو اكتفاء بقبول قول الذابح والبائع … حتى لو كان الذابح والبائع يهوديا أو نصرانيا أو فاجرا اكتفينا بقوله في ذلك ولم نسأله عن أسباب الحل

Ulama sepakat bolehnya membeli daging, makanan, pakaian, atau yang lainnya, tanpa harus mempertanyakan jaminan kehalalannya. Bahkan cukup dengan menerima keterangan penyembelih dan penjual. Sekalipun yang menyembelih beragama yahudi, nasrani, atau orang fasik, kita hanya cukup berdasarkan keterangan darinya. dan tidak perlu mempertanyakan jaminan kehalalannya. (I’lam al-Muwaqqi’in, 2/255).

Ketiga, khusus bagi anda yang pernah menyaksikan langsung cara penyembelihan yang tidak syar’i atau anda memiliki bukti yang sangat jelas bahwa penyembelihannya tidak syar’i, maka anda tidak boleh mengkonsumsinya.

Beberapa laporan yang sampai kepada kami ada tempat pemotongan ayam yang sama sekali tidak membaca basmalah ketika menyembelih. Ada juga yang melihat, ada pemotong yang menyembelih puluhan ayam sambil bernyanyi, mengikuti irama lagu yang ada di radio.

Ada juga yang melihat dia memotong ayam dengan hanya ditusuk menggunakan sujen (tusuk sate), sehingga tenggorokan dan uratnya tidak putus.

Atau pemotong hanya melukai sedikit bagian leher kemudian ayam langsung dilempar ke air mendidih. Sehingga bisa dipastikan dia mati karena digodog.

Semua ini bukti bahwa ayam ini mati tanpa disembelih secara syar’i, dan statusnnya bangkai.

Dan jika kita mendapatkan bukti itu, jangan disentuh karena itu bangkai.

Sebaliknya, bagi anda yang tidak mendapatkan bukti itu, maka halal bagi anda untuk mengkonsumsi daging ayam tersebut.

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits


Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Apakah Benar Mimpi Bagian dari Kenabian?


mimpi nabi

Benarkah mimpi benar itu bagian dari mukjizat? Katanya ada hadis bahwa mimpi benar adalah bagian dari kenabian.

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Hadis yang berbicara masalah ini ada beberapa bentuk redaksi. Diantaranya,

[1] Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رُؤْيَا الْمُؤْمِنِ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ

“Mimpi seorang mukmin adalah 1 dari 46 bagian kenabian.” (HR. Bukhari 6987, Muslim 6043 dan yang lainnya).

[2] Hadis dari Abu Said al-Khudri, Abu Hurairah dan Ibnu Umar  radhiyallahu ‘anhum, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ

“Mimpi yang baik adalah 1 dari 46 bagian kenabian.” (HR. Bukhari 6989 & Muslim 6049)

[3] Hadis dari Abu Said radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رُؤْيَا الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ الصَّالِحِ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ

“Mimpi seorang muslim yang soleh adalah 1 dari 46 bagian kenabian.” (HR. Ibnu Majah 3895 dan dishahihkan al-Albani).

Ulama berbeda pendapat mengenai makna hadis ini. Namun sebelum menyebutkan perbedaan pendapat itu, ada beberapa prinsip yang penting untuk kita perhatikan,

Pertama, bahwa kenabian itu murni hibah (pemberian) dan anugrah dari Allah. sehingga tidak bisa diupayakan oleh manusia. Sehebat apapun kesolehan seseorang, tidak bisa jadi sebab dia terangkat menjadi nabi. Dan Allah memilih siapa diantara hamba-Nya untuk menjadi nabi dan rasul sesuai kehendak-Nya. Allah berfirman,

اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا وَمِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

Allah yang memilih para utusan dari kalangan malaikat dan dari kalangan manusia. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. al-Hajj: 75)

Kedua, kenabian itu satu kesatuan, dan tidak bisa dibagi. Karena itu, tidak ada istilah mendapat setengah kenabian, atau sepertiga kenabian, termasuk tidak ada 1/46 kenabian.

Karena itu, ketika ada orang yang mengalami mimpi benar, bukan berarti itu tanda bahwa dia memiliki seper-empat puluh enam kenabian. Atau 1/46 bagian dia menjadi nabi.

Ibnul Atsir menjelaskan hadis di atas dengan mengatakan,

وليس المعنى أن النبوة تتجزأ ولا أن من جمع هذه الخلال كان فيه جزء من النبوة فإن النبوة غير مكتسبة . ولا مجتلبة بالأسباب وإنما هي كرامة من الله تعالى

Hadis ini tidak bermakna bahwa kenabian itu bisa terbagi. Tidak juga berarti bahwa orang yang mengalami mimpi semacam ini berarti memiliki satu bagian kenabian. Karena kenabian itu tidak bisa diupayakan. Dan tidak bisa dicari dengan melakukan berbagai sebab. Kenabian adalah anugrah dari Allah ta’ala. (an-Nihayah fi Gharib al-Atsar, 1/741).

Ketiga, bahwa mimpi manusia biasa bukan wahyu. Mimpi yang berstatus wahyu hanya mimpi para nabi. Selain nabi, tidak mendapat wahyu dari mimpi.

Karena itu, apa yang dilihat para nabi dalam mimpi adalah perintah atau realita yang akan terjadi atau berita dari Allah. Ketika Allah perintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismail, Allah perlihatkan dalam mimpi, beliau menyembelih Ismail. Nabi Ibrahim-pun menyampaikan hal ini kepada Ismail,

قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ

Ibrahim mengatakan, “Wahai anakku, aku bermimpi menyembelih, bagaimana menurut kamu?” jawab Ismail, “Wahai bapakku, lakukanlah apa yang diperintahkan untukmu..” (QS. as-Shaffat: 102).

Ketika Ismail diminta pendapat, beliau mengatakan, “lakukanlah apa yang diperintahkan untukmu..” Ismail memahami, mimpi ayahnya adalah perintah dari Allah.

Ibnu Abdil Bar membawakan riwayat dari al-Muzanni,

سمعت الشافعي يقول: رؤيا الأنبياء وحي ـ وقد روينا عن ابن عباس ـ رضي الله عنه ـ أنه قال: رؤيا الأنبياء وحي

Aku mendengar as-Syafii mengatakan, ‘Mimpi para nabi adalah wahyu. Kami mendapat riwayat dari Ibnu Abbas – radhiyallahu ‘anhu- yang mengatakan, bahwa mimpi para nabi adalah wahyu.’ (at-Tamhid, 6/393).

Berbeda dengan mimpi selain nabi. Mimpi manusia biasa bukan wahyu. Karena ada keterlibatan setan dan bawaan perasaan. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرُّؤْيَا ثَلاَثٌ حَدِيثُ النَّفْسِ ، وَتَخْوِيفُ الشَّيْطَانِ ، وَبُشْرَى مِنَ اللَّهِ

“Mimpi itu ada tiga macam: bisikan hati, ditakuti setan, dan kabar gembira dari Allah.” (HR. Bukhari 7017)

Sementara selain nabi, kalaupun mimpi itu benar, sifatnya adalah hanya kabar gembira dari Allah, dan bukan wahyu. Fungsinya sebagaiisti’nas, informasi agar tidak membuat kaget. Itulah yang dimaksud kabar gembira dari Allah.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvqYiRGm9-WFZ1OQl7siMmlWzlGU1mAQf5IoNLA5cgECh8vO2gLt2ArrIIr8ut8zQamVxeT8KFTnzm_eQ46pMh92B2QcX65T63D_jomPiBeoAUehSWjg4ifQnoQyAgaHN95WwnSgPB1JI/s500/arti+mimpi.jpg

Perbedaan Pendapat Ulama dalam Memahami Hadis Mimpi

Kita kembali ke hadis di atas. Ulama berbeda pendapat mengenai makna hadis di atas,

Pertama, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah selama 23 tahun. Jika dibagi per-enam bulan (semester) berarti ada 46 semester.

Disebutkan dalam riwayat, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami banyak mimpi yang benar sebelum beliau diangkat jadi nabi. Sementara mimpi benar itu berlangsung selama 6 bulan. Sehingga rentang masa mimpi benar itu adalah seper-empat puluh enam dari kenabian.

Namun pendapat ini ditolak oleh ulama lainnya, dan mereka mengatakan bahwa mimpi benar yang dialami Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum jadi nabi, tidak dijelaskan berala lama rentang waktunya.

An-Nawawi ketika menyebutkan pendapat ini mengatakan,

وقد قدح بعضهم في الأول بأنه لم يثبت أن أمد رؤياه صلى الله عليه وسلم قبل النبوة ستة أشهر

Sebagian ulama membantah pendapat pertama, tidak dijumpai riwayat shahih bahwa rentang masa mimpi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum nubuwah adalah selama 6 bulan. (Syarh Sahih Muslim, 15/21).

Kedua, mimpi benar merupakan seper-sekian dari kenabian karena dalam mimpi yang benar akan ditampakkan sesuatu yang ghaib, ada kemiripan dengan kenabian. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan, mimpi benar itu adalah seper-empat puluh enam kenabian. Namun bagaimana rinciannnya dan seperti apa bentuk-bentuk mimpinya, tidak ada tahu kecuali Allah.

Sehingga ketika ada orang yang bermimpi benar, apakah ini termasuk bagian dari kenabian? Jawabannya, tidak bisa kita pastikan. Demikian keterangan Ibnul Arabi. (Fathul Bari, 12/364)

Ketiga, bahwa mimpi yang benar itu seperti karakter kenabian. Sebagaimana akhlak terpuji juga peninggalan dari sifat kenabian.

Sehingga hadis ini semakna dengan hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْهَدْىَ الصَّالِحَ وَالسَّمْتَ الصَّالِحَ وَالاِقْتِصَادَ جُزْءٌ مِنْ خَمْسَةٍ وَعِشْرِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ

Akhlak terpuji, perangai yang baik, dan bersikap sederhana adalah satu dari 25 bagian kenabian. (HR. Ahmad 2698 & Abu Daud 4778 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth)

Artinya, sifat ini menjadi kelebihan dan keunggulan dari para nabi, yang bisa saja dimiliki oleh selain nabi. Meskipun hanya dengan sifat ini, orang tidak bisa menjadi nabi. Sehingga tidak mungkin, hanya dengan sebatas suka berbuat baik, berakhlak baik, orang bisa jadi nabi. Sebagaimana pula, orang yang mengalami mimpi benar, tidak serta-merta memiliki seper-sekian kenabian. (Syarh Sahih Muslim, an-Nawawi, 15/21).

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits



Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Pelaku Zina, Siap-siap Dapatkan 4 Siksa Mengerikan Ini


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgbIpfjl-YF9CVxQonSO-K236cZoTmXPjBdIhE0FvJi0XAKhKjhul2vSlNH4G2-BqZNtLjoX0k6aNTq90k77WtV-EGIu-1UxJTgY4zJygmFfkolIrdUqWyl_wIg0IVLuUGgYnodWgJJVR0/s1600/Inilah+Azab+Bagi+Kaum+Wanita+Di+Neraka.jpg

KITA tahu bahwa perbuatan zina itu adalah dosa besar. Tetapi, pengetahuan itu seakan tidak digubris. Kini, marak para pelaku zina. Bahkan, bukan lagi di tempat khusus, yang dilakukan oleh orang yang memang bekerja sebagai pelacur. Para remaja pun banyak yang melakukannya.

Kita tahu kan, bahwa siapa saja yang berbuat dosa, maka ia akan mendapatkan balasannya? Begitu pula dengan perbuatan zina. Sedikitnya, pezina akan memperoleh empat siksaan. Apa sajakah itu?

Dikatakan bahwa siksaan bagi pezina di antaranya,

1. Tidak Akan Diajak Bicara Oleh Allah Saat Hari Kiamat

Rasulullah ﷺ bersabda, “Tiga orang yang tidak akan diajak berbicara oleh Allah pada hari kiamat dan tidak akan dilihat serta disucikan, pun bagi mereka adzab yang pedih; seorang tua yang berzina, raja yang pendusta, dan orang miskin yang congkak,” (Diriwayatkan Muslim, An-Nasa’i, dan Ibnu Mandah dari Abu Hurairah).

2. Kekal dalam Neraka

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah, ‘Apakah dosa yang paling besar di sisi Allah Ta’ala?’ Beliau menjawab, ‘Yaitu kamu menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dialah yang menciptakanmu.’ Sungguh itu sangatlah besar. ‘Lalu apa lagi?’ tanyaku kembali. Beliau menjawab, ‘Yaitu kamu membunuh anakmu karena takut kelak ia makan bersamamu.’ ‘Lalu apa lagi,’ tanyaku lagi. Beliau menjawab, ‘Yaitu kamu berzina dengan kekasih (maksudnya istri) tetanggamu.’

Maka Allah Ta’ala menurunkan pembenaran dari sabda beliau dengan firman-Nya, ‘Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipatgandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam adzab itu dalam keadaan terhina, kecuali siapa saja yang bertaubat’,” (Al-Furgan: 68-70) [Diriwayatkan Ahmad, An-Nasa’i, dan Ibnu Hibban dengan lafal ini. Dan diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Ibnu Hibban, dan Ahmad, tanpa menyebut ayat ini].

Lihatlah, dari riwayat hadis di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Allah Ta’ala telah menyertakan penyebutan perbuatan zina dengan istri tetangga masuk dalam dosa besar selain menyekutukan Allah dan membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang dibenarkan syara’.

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiK4mS3d-NSKIVoXaUl0JuwWcjvMaoGFUQaFtabjMVE81_jRnlcOCpBNGMdjjJL3EjO35bREGKLxPG5iav-8J_eIxgGZLy_1aqtlc-HzflvctehBvRCbc7Ihj0UBqxQBusxz7N4hzeWGHCo/s1600/www.berimanblo.blogspot.com,,azab%2Bbagi%2Bpemakan%2Bharta%2Baanak%2Byatim.jpg

3. Dijilat Api Neraka

 lmam Bukhari meriwayatkan hadis tidur Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh Samurah bin Jundub. Dalam hadis itu disebutkan bahwa beliau ﷺ didatangi oleh malaikat Jibril dan Mikail. Beliau berkisah, “Kami berangkat pergi sehingga sampai di suatu tempat semisal ‘tannur’ bagian atasnya sempit sedangkan bagian bawahnya luas. Dari situ terdengar suara gaduh dan ribut-ribut. Kami menengoknya, ternyata di situ banyak laki-laki dan perempuan telanjang. Jika mereka dijilat api yang ada di bawahnya mereka melolong oleh panasnya yang dahsyat. Aku bertanya, ‘Wahai Jibril, siapakah mereka?’ Jibril menjawab, ‘Mereka adalah para pezina perempuan dan laki-laki. Itulah adzab bagi mereka sampai tibanya hari kiamat’,” (Diriwayatkan Al-Bukhari, Ibnu Hibban, Ath-Thabrani, dan Ahmad, dalam hadist panjang dari Samurah).

Para ulama berkata, “Ini adalah hukuman bagi pezina perempuan dan laki-laki yang masih bujang, belum menikah di dunia. Jika sudah menikah walaupun baru sekali seumur hidup, maka hukuman bagi keduanya adalah dirajam dengan bebatuan sampai mati. Demikian pula telah ternaskan dalam hadis dari Nabi bahwasanya jika hukuman qishash ini belum dilaksanakan bagi keduanya di dunia dan keduanya mati dalam keadaan tidak bertaubat dari dosa zina itu, niscaya keduanya akan diadzab di neraka dengan cambuk api.”

Dalam kitab Zabur tertulis, “Sesungguhnya para pezina itu akan digantung pada kemaluan mereka di neraka dan akan disiksa dengan cambuk besi. Maka jika mereka melolong karena pedihnya cambukan, malaikat Zabaniyah berkata, ‘Ke mana suara ini ketika kamu tertawa-tawa, bersuka ria dan tidak merasa diawasi oleh Allah serta tidak malu kepada-Nya’.”

4. Ditempatkan di Pintu Neraka Paling Busuk Baunya

Tentang tafsir bahwa Jahannam itu ‘ia memiliki tujuh pintu‘ (Al-Hijr: 44), Atha’ berkata, “Pintu yang paling hebat panas dan sengatannya dan yang paling busuk baunya adalah pintu yang diperuntukkan bagi para pezina yang berzina setelah mereka tahu keharamannya.”

Makhul ad-Dimasyqiy berkata, “Para penghuni neraka mencium bau busuk berkata, ‘Kami belum pernah mencium bau yang Iebih busuk dari bau ini.’ Dijelaskan kepada mereka, ‘ltulah bau kemaluan para pezina’.”

Ibnu Zaid, salah seorang imam dalam bidang tafsir berkata, “Sesungguhnya bau kemaluan para pezina itu benar-benar menyiksa para penghuni neraka.”

Begitu pedihnya siksaan yang akan diterima bagi para pezina. Maka, jika Anda sudah terjerumus pada perbuatan itu, sebelum terlambat, segeralah bertaubat. Taubatlah dengan sesungguh-sungguhnya taubat. Yakni menyesali dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Yakinlah, Allah itu Maha Penerima Taubat.


Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Benarkah Menikahi Janda Menjadi Sumber Rizki dan Berkah?

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirOLPb_wDJhhyZJhBhYWWZQHnLgPZHZjxM870v4FlED-xmMxELchsyZUqwnvptGOwyHQv6VYtctqDEUV81eGgt7Pp45wYBr766BDc1BkltyNVeFASEtyJin7kBwtXtyLampCNWWqsQ8n0a/s1600/Wallpaper-bunga-sakura-23.jpg

TANYA: Benarkah menikahi janda itu berkah? Memudahkan mendapat rizki?

JAWAB: Kami kutip dari Konsultasisyariah.com, mengenai keberkahan menikahi wanita, berlaku baik menikahi janda maupun gadis. Dalam al-Quran, Allah menjanjikan kecukupan untuk mereka yang menikah,

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ

“Kawinkanlah orang-orang yang masih lajang diantara kalian, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari budak-budak lelaki dan budak-budak perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya”. (QS. an-Nur: 32).

Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ كُلُّهُمْ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَوْنُهُ الْمُجَاهِدُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالنَّاكِحُ الَّذِى يُرِيدُ الْعَفَافَ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِى يُرِيدُ الأَدَاءَ

“Ada 3 orang yang dijamin oleh Allah untuk membantunya: Mujahid fi sabilillah, orang yang menikah karena menjaga kehormatan dirinya, dan budak yang hendak menebus dirinya untuk merdeka.” (HR. Nasa’i no. 3133, Turmudzi no. 1756 dan dihasankan al-Albani).

Dan ini berlaku umum untuk semua pernikahan, baik menikahi gadis maupun janda. Sebagaimana dinyatakan oleh A’isyah radhiyallahu ‘anha,

تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ يَأتِينَكُم بِالأَمْوَالِ

“Nikahilah wanita, karena akan mendatangkan harta bagi kalian”. (HR. Hakim 2679 dan dinilai ad-Dzahabi sesuai syarat Bukhari dan Muslim).

Pahala Menafkahi Janda

Hanya saja, di sana ada keutamaan khusus bagi orang yang menafkahi janda.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

السَّاعِى عَلَى الأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ، أَوْ كَالَّذِى يَصُومُ النَّهَارَ وَيَقُومُ اللَّيْلَ

Orang yang berusaha memenuhi kebutuhan janda dan orang miskin, pahalanya seperti mujahid fi Sabilillah atau seperti orang yang rajin puasa di siang hari dan rajin tahajud di malam hari. (HR. Bukhari 6006 & Muslim 7659)

Pahala yang luar biasa, dan kesempatan bagi siapapun yang saat ini bercita-cita ingin mendapatkan pahala jihad. Semoga bisa dikumpulkan bersama para mujahidin.

Ibnu Batthal dalam syarh Shahih Bukhari mengatakan,

من عَجَز عن الجهاد في سبيل الله، وعن قيام الليل، وصيام النهار – فليعملْ بهذا الحديث، ولْيسعَ على الأرامل والمساكين؛ لِيُحشر يومَ القيامة في جملة المجاهدين في سبيل الله، دون أن يَخطو في ذلك خُطوة، أو يُنفق درهمًا، أو يلقى عدوًّا يرتاعُ بلقائه، أو ليحشر في زُمرة الصائمين والقائمين

Siapa yang tidak mampu berjihad di jalan Allah, tidak mampu rajin tahajud atau puasa di siang hari, hendaknya dia praktekkan hadis ini. Berusaha memenuhi kebutuhan hidup janda dan orang miskin, agar kelak di hari kiamat dikumpulkan bersama para mujahidin fi Sabilillah. Tanpa harus melangkah di medan jihad atau mengeluarkan biaya, atau berhadapan dengan musuh. Atau agar dikumpulkan bersama orang yang rajin puasa dan tahajud. (Syarh Shahih Bukhari – Ibnu Batthal)


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTBhZP-awzdvemI8XTabGyM52DM0qIXvsaO1xdw0oWerPitFiZE8y6dGJ_i0FiAq8uQTO6rOeSVl2GFxGocAttoV5qUxDsQKKuAtEppiH8zDOCHxUAYyikdEwOJ3wA6kZ-xolslePkYksj/s1600/mawar-merah.jpg

Apa makna menafkahi janda?

Hadis di atas memotivasi untuk menafkahi janda, bukan menikahi janda. Meskipun bisa juga amal baik seorang lelaki ditunjukkan dalam bentuk menikahi janda. Dan jika janda ini dinikahi maka statusnya bukan lagi janda.

Akan tetapi hadis ini menganjurkan untuk memenuhi kebutuhan janda. Terutama janda tua yang tidak memiliki keluarga yang bisa memenuhi kebutuhannya.

An-Nawawi mengatakan,

المراد بالساعي الكاسب لهما العامل لمؤنتهما

Yang dimaksud “berusaha memenuhi nafkah” artinya bekerja untuk memenuhi kebutuhan nafkah janda. (Syarh Shahih Muslim, 18/112)

Allahu a’lam.

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Inilah Hal yang Membuat Setan Menangis Luar Biasa


http://www.konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2015/08/nikah-dipaksa.jpg

SETAN adalah musuh yang nyata bagi kita. Secara terang-terangan ia menyatakan perang. Mereka sudah berjanji tidak akan membiarkan satu manusia pun luput dari godaannya. Ia akan terus berusaha membuat manusia terjerumus pada perbuatan maksiat yang dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Oleh sebab itu, kita harus bisa mengalahkannya. Kita harus bisa melawan pengaruh setan dalam diri kita. Kita biarkan ia merasakan kegagalan dalam menggoda dan merayu kita. Biarkanlah ia merasakan duka akibat sirna harapannya dalam menjerumuskan manusia.

Tahukah Anda, bahwa setan akan merasakan tangis yang luar biasa? Ya, setan yang menggebu-gebu menggoyahkan keimanan manusia, menangis begitu saja ketika melihat seseorang yang masih tergolong muda sudah melangsungkan pernikahan. Sebab, target utamanya ialah membuat pemuda terjerumus pada zina. Sedang, jika pemuda itu memutuskan untuk menikah, maka mereka akan terhindar dari segala fitnah.

Jabir bin Abdullah mengutarakan, Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Barangsiapa di antara remaja menikah dalam usia muda, maka menangislah setan. Dan dia mengeluh , ‘Aduh celaka aku, agamanya telah terpelihara dari godaanku’,” (HR. Ibnu Addi).

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcEC8cwQxE9k-BsALSyqAUmm3GR7HdGPbfEv8bvTExBCxRPfVYWu2bbK-QfgSkogm6M6Ek5j9YWtsCwyWI4mK2Z_fBqJnnUzRIqlFqIZIzv5wjy7R2hEuopzbby3h5uiCnru4S9lziFNLl/s1600/contoh+kado+pernikahan.jpg

Hanya saja, menikah muda ini seringkali dianggap aneh. Kebanyakan orangtua masa kini, lebih menginginkan anaknya menyelesaikan terlebih dahulu karir atau pendidikannya. Padahal, ketika ia sudah menikah pun, karir atau pendidikan itu masih bisa tetap berjalan. Apalagi, setelah ada dukungan dari orang yang menyayangi dirinya hidup dan mati –pasangan hidupnya.

Kita haruslah ingat, bahwa Rasulullah ﷺ pun menganjurkan agar segera menikah. Ketika telah mampu secara materi dan nafsu sudah tak terbendung lagi, maka jangan tunda lagi menikah. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Wahai pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu, maka hendaknya menikah karena ia lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaknya berpuasa sebab ia dapat mengekangnya,” (HR. Bukhari).

Jadi, sudahlah jelas, bahwa kita tidak boleh menunda waktu untuk menikah. Tetapi, jika memang belum memungkinkan, maka berpuasa adalah solusi terbaiknya. 

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Pelaksanaan Witir, Lebih Baik di Awal atau Akhir Malam?

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhujjGXGyMZamcnrSQP_r1CTBiuWPPZcADK_2P8OGRw-mcw3LBYGAuHCjOq7NVKm374snfb9vBIGLNcWSD9v4iFxt-lvvQY2LkfAHPQw8UvhKZgv9frzVHvCgduyp1iZUX5tZoiiHVQpo/s640/keajaiban-shalat-tahajud.jpg

SERINGKALI banyak dari kita yang mendebatkan sesuatu. Terutama perihal ibadah. Tetapi, terkadang mereka lupa, bahwa amalan baik itu ada bukan untuk diperdebatkan, tetapi dilaksanakan. Salah satunya mengenai shalat witir.

 Rasulullah ﷺ menganjurkan kita untuk melaksanakan shalat sunnah yang satu ini. Hanya saja, ada orang-orang yang memperdebatkan perihal waktu pelaksanaannya. Ada yang mengatakan bahwa pelaksanaannya sebelum tidur setelah shalat isya. Ada pula yang mengatakan sesudah tidur setelah shalat tahajud. Lantas, mana yang benar?

Keduanya tidak ada yang salah. Sebab, keduanya juga dilakukan oleh sahabat dekat Rasulullah ﷺ, yakni Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Khaththab.

Abu Qatadah Radhiyallahu ‘Anhu, Imam Abu Dawud, dan Imam Malik bin Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bertanya kepada Abu Bakar, “Kapan engkau mendirikan shalat witir?”

Sahabat sekaligus mertua Nabi ﷺ ini menjawab, “Di awal malam.” Laki-laki yang langsung percaya dengan ajaran Nabi nan mulia ini senantiasa mendirikan shalat witir sebelum tidur.

Tidak jauh dari lokasi sahabat mulia Abu Bakar berdirilah sosok gagah nan tegap dan pemberani, Umar. Kepada laki-laki yang menjadi Khalifah kedua kaum Muslimin ini, Rasulullah ﷺ menyampaikan pertanyaan serupa, “Kapan engkau mendirikan shalat witir?”

Dengan tegas bertabur keyakinan penuh di hati, Umar yang bergelar al-Faruq (pembeda antara kebenaran dan kebatilan) ini berkata, “Di akhir malam.” Ia memilih tidur di awal malam agar dapat bangun dan melakukan munajat kepada Allah Ta’ala dalam tahajjud dan witir di penghujung malam yang terakhir.

 Apa yang dikerjakan oleh Abu Bakar ini merupakan cerminan sifat hazm. Apa itu? Yakni keseriusan terhadap sesuatu dan waspada agar sesuatu itu tidak terlepas dari genggamannya. Ia memilih mendirikan witir di awal malam sebab dia tidak bisa memastikan akan bangun atau tidak di sepertiga malam yang terakhir. Padahal, beliau merupakan sahabat yang kualitas ibadahnya amat mengesankan, senantiasa bangun di akhir malam untuk bermunajat kepada Allah Ta’ala.

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbW1Z8s0kHO9pqVUfwmb1eABswfBlIeQJSqBNGM_CA7MSrXTgtZkzdYY5Tf-of3eQN_3SFs26BGJEK7MJ_13sZcB94G3WhzkUHTALMMwhlhpgQ5FQBAj-8zFlcKxXTLR6ji6jwOSIp0-M/s1600/Ilustrasi+sholat+witir.jpg

Sedangkan Umar bin Khaththab memilih mengakhirkan witir di ujung malam, di sepertiga yang terakhir sebagai salah satu bentuk ‘azm. Yakni kesungguhan, kesabaran, dan kemampuan. Umar dengan sifat kesatria dan keberaniannya benar-benar berupaya hingga terbangun di akhir malam melakukan tahajjud yang diakhiri dengan rakaat witir.

Masing-masing dari dua cara beribadah ini, Rasulullah ﷺ mengapresiasinya. Tidak ada yang salah, bahkan keduanya sama mulianya. Abu Bakar dengan kehati-hatiannya dan Umar dengan kesungguhan dan keberaniannya.

Jadi, apa yang perlu diperdebatkan? Toh, ibadah ini bernilai mulia di sisi Allah Ta’ala. Dan kita sebagai hamba-Nya, sudah selayaknya mengikuti apa yang diperintahkan oleh-Nya. Mau mengikuti cara Abu Bakar atau pun Umar, itu sama baiknya, tergantung dari keinginan kita sendiri. Yang kurang baik, ialah dia yang tidak melaksanakan amalan sunnah ini.



Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Ternyata Seperti Ini Cara Qabil Membunuh Habil

http://kisahislam.net/wp-content/uploads/2013/03/07-Barada-River.jpg

ANDA pasti hapal dengan kisah pembunuhan Qabil dan Habil. Kisah ini begitu jelas tertera dalam Al-Quran. Tapi, tahukah Anda bagaimana cara Qabil membunuh Habil?

 Diriwayatkan dalam beberapa kitab tafsir, Qabil berkeinginan kuat untuk membunuh saudaranya, Habil, sekalipun sudah diberikan nasihat dan peringatan oleh Habil sendiri.

Pada suatu hari ketika Habil sedang menggembala kambing lantas tertidur lelap, tiba-tiba datanglah Qabil dengan membawa batu lalu dengan beringas batu itu dilemparkan mengenai kepala Habil hingga memecahkannya. Riwayat lain menyatakan bahwa Habil dicekik dan digigit sebagaimama binatang buas ketika menyantap mangsanya, wallahu a’lam. Dan pada akhirnya matilah Habil karenanya.

Setelah Habil meninggal, tanpa rasa belas kasihan Qabil meninggalkan jenazahnya di tempat terbuka. Dia tidak tahu apa yang mesti dilakukan kepada jenazah saudaranya karena jenazah Habil adalah yang pertama kali di atas permukaan bumi. Perbuatan Qabil ini membuahkan malapetaka yang besar bagi dirinya sendiri. Dia akan menanggung dosa dari pembunuhannya tersebut—karena ia tidak bertaubat—sekaligus dosa orang yang menirunya yakni melakukan pembunuhan dengna jalan yang tidak benar. Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,

“Tidaklah dibunuh suatu jiwa dengan zalim melainkan dosa pembunuhan itu akan ditanggungpula oleh anak Adam yang pertama (Qabil) karena dialah yang pertama memberi contoh pembunuhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhm2ytB_pFulskDcrETFVa7n2fdGrkxcKpmDfCXRX6Nw82t37BL8jOB07bOriYlYLbUiLQcNdGW7CAxqkajMOcjV6mHtYGIcea-Y_B0ooC4qK4SX9yomhZ4zoB1OQS1SOFUqikzWT_PGt4v/s640/Habil.jpg

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

“Barang siapa yan gmemulai perkara baik (yang disyariatkan) maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya sampai terjadinya hari kiamat. Dan barang siapa yang memulai perkara jelek maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya sampai terjadinya hari kiamat.” (HR. Muslim)

Dalam keadaan yang demikian, Allah Ta’ala mendatangkan dua burung gagak yang sedang bertarung, salah satunya mati. Maka yang hidup mengais-ngais tanah dengan paruhnya membuat lubang untuk menanam burung gagak yang mati. Qabil mengambil pelajaran dari peristiwa itu tentang cara mengubur jenazah saudaranya.

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Janji Ingin Menikahi, Haruskah Ditepati?


http://www.satujam.com/satujam/wp-content/uploads/2016/01/mahar-pernikahan.jpg

KETIKA dua insan saling jatuh hati, ingin rasanya tak mau berpaling ke lain hati. Maka, seringkali seorang lelaki mengutarakan kata-kata yang membuat perempuan yang disukainya itu tetap bertahan padanya. Seperti halnya ungkapan janji untuk menikahi. Janji ini dapat membuat seorang perempuan berpegang pada hal itu. Hingga akhirnya, ia akan berusaha untuk tidak berpaling dan menunggu janji tersebut ditepati.

Hanya saja, namanya manusia, tentu ia memiliki rasa bosan. Ketika seorang lelaki menemukan perempuan lain yang dirasa lebih layak menjadi pendamping hidupnya, maka ia akan melupakan yang lama. Itu berarti, ia harus melanggar janjinya kepada perempuan yang ia cintai sebelumnya. Lantas, apakah boleh membatalkan janji untuk menikahi?

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat,” (QS. An-Nahl: 91).

Dalam ayat tersebut jelas bahwa janji itu harus ditepati. Tapi, janji yang seperti apa dulu? Tentunya janji-janji yang berkenaan dengan hal-hal yang mubah, yang halal dan makruf. Sebaliknya bila janji itu adalah sesuatu yang mungkar, haram, maksiat atau hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan syariat Islam, maka janji itu adalah janji yang batil. Hukumnya menjadi haram untuk dilaksanakan.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8FPyF0OsqJLNEcpZDCmkhsS44Nq5BpeOky3TK5s0xxEQ0YyUlwv6EqePDLmJqizMnFJ_b-GVmnJXIYfT4LTwiIuz6Fy2rK_64mCpI-7k2vEF0GzWboLpJmMa59YLoi-xp2LjhLUcwNi8/s1600/nikah-muda.gif

Janji yang diungkapkan oleh seorang lelaki kepada perempuan yang disukai untuk menikahi tidaklah mengikat. Sebab, janji untuk berakad itu bukanlah akad. Bahkan, seseorang yang telah taaruf atau sekadar berkenalan saja, bisa dibatalkan. Apalagi, hanya sekadar janji dari orang yang belum memilih langkah yang sesuai tuntunan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dalam fatwa Islam terdapat pertanyaan, “Ada seorang pemuda yang berjanji akan menikahi seorang wanita. Mereka saling mencintai. Setelah pemuda ini belajar agama, dia mempertimbangkan, nampaknya wanita ini bukan termasuk kriteria pilihannya, bolehkah dia batalkan janjinya?”

Jawaban dalam fatwa Islam, “Tidak ada kewajiban baginya untuk menikahi wanita itu, meskipun dia pernah berjanji untuk menikahinya. Karena seseorang dibolehkan untuk membatalkan lamaran, jika ada alasan yang mendukung keputusannya. Misalnya dia mempertimbangkan, ternyata wanita ini tidak cocok untuknya. Maka bagaimana lagi dengan hanya sebatas janji, yang lamaran saja belum,” (Fatwa Islam, no. 121704).

Maka, janji pra-nikah itu tidak ada dalam hukum Islam. Yang ada hanyalah khitbah. Sebab, lelaki yang sudah mengkhitbah berarti ia telah benar-benar mantap menikahi. Adapun jangka waktu dari khitbah ke proses pernikahan, dianjurkan tidak begitu lama. Sebab, setan pasti akan selalu datang menggoda.

Janji dari sepasang kekasih masa kini tidaklah berhukum. Maka, jika memang belum siap untuk menikahi maka janganlah mendekati. Jika Anda takut kehilangannya, maka serahkan saja pada Allah. Sebab, Dia lah yang membolak balikkan hati manusia. Jika memang orang yang Anda sukai itu jodoh Anda, maka ia tidak akan pernah pergi jauh dari Anda. Ketika waktunya tiba, Anda dan dia pasti akan bersama menjalin rumah tangga. 

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Obat Jerawat Yang Di Anjurkan Rasulullah


http://tipscaracantikdansehat.com/wp-content/uploads/2014/10/CARA-TEPAT-BASMI-BEKAS-JERAWAT.jpg

DALAM bahasa Arab, jerawat disebut juga dengan nama batsrah. Ini adalah benjolan kecil yang terdiri dari zat panas yang tumbuh secara alami.

Obat yang dianjurkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ini tentunya jauh dari efek samping. Bisa saja ini menjadi salah satu alternatif bagi Anda yang sudah lelah mengatasi jerawat yang tidak kunjung sembuh.

Hal ini dikisahkan oleh Ibnu As-Sunni yang mendapat informasi dari beberapa istri nabi. Mereka bercerita bahwa suatu hari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam menemui istrinya. Diantara mereka tampak tumbuh semacam jerawat. Rasulullah kemudian bertanya yang artinya:

“Engkau punya minyak wangi dzarirah?.” Mereka menjawab, “punya”. Rasulullah berkata, “Bubuhkan di jerawatmu itu seraya membaca doa, ‘Ya Allah yang mengecilkan yang besar dan membesarkan yang kecil, kecilkanlah jerawatku ini.” Hadits ini diakui oleh Adz-Dzahabi, dikeluarkan oleh Al-Hakim dan sanadnya adalah shahih.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjoekSx6w7IQg7RJo5jNz_6Um-R0hyPn8QcWddwKgmTVD8aLq_OXSsPWlNQ1bL-uxefDwpEF5T9QaIASoDLdBnE2jRAAMWuBmmXVwdtQw05lgWN_Hr_KeQ8Lr1HR2gsjNoSGhycvK3yGA/s1600/Inilah+Obat+Jerawat+Anjuran+Rasulullah+SAW.jpg

Dzarirah merupakan wewangian yang terbuat dari sari batang pohon arum. Karena sifatnya yang panas dan kering membuat tanamanini dipercaya menyembuhkan jerawat. Disamping bisa mematangkan dan mengeluarkan isi jerawat, obat ini juga memberikan aroma yang wangi.

Tanaman ini kini banyak ditemukan di India dan diberdayakan masyarakat di sana sebagai tanaman obat dari berbagai jenis penyakit. Beberapa penyakit yang bisa disembuhkan antara lain radang lambung, liver dan kekurangan cairan tubuh, bahkan dapat pula menguatkan jantung.

Hal lainnya juga diriwayatkan Aisyah RA yang mengatakan bahwa dirinya membubuhi minyak Dzarirah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam saat Tahallul. Saat itu bertepatan dengan Haji Wada atau Haji perpisahan.

“Saya meminyaki Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan tanganku dengan menggunakan Dzarirah (arum) pada haji wada selam ihram,” (Bukhari dan Muslim).

Meski Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak menjelaskan secara spesifik, namun obat ini memang dipercaya dapat menghilangan jerawat di kulit terutama wajah. Jika jerawat Anda tidak kunjung sembuh, cobalah mengikuti apa yang disarankan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ini.

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Bukan Hanya Manusia, Inilah Sosok yang Membantu Nabi Isa Berperang


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjV8akDTAhLBcZTGfIucOVzvK9X06zokq98skP0sveyo4O-xOqSE9etQZw7dSGIYCpOkPxSWI8fZ27GPCJ_LXg-tNU8S8krRbUBoaVhF41kKSDxI1Fj_hqoNoOwBbvFNbLmFKXtJc9JTX4/s640/fdd.jpg

PADA hari kiamat kelak, Nabi Isa Alaihis Salam akan turun ke muka bumi ini. Sebab, kita yakin bahwa ia masih hidup. Meski kita tak melihatnya di dunia, tetapi kini ia tinggal di alam yang tak dapat dijamah oleh manusia lain selain yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kita memang tak melihat peristiwa langsung saat Nabi Isa itu diangkat ke langit. Dan orang yang disalib oleh Bani Israil pada zaman itu bukanlah Nabi Isa. Tapi, dalam hal ini Allah-lah yang berbicara melalui ayat-ayat-Nya yang tertuang dalam Al-Quran. Mengapa kita percaya Al-Quran? Sebab, memang tak diragukan lagi kebenarannya. Sudah banyak ayat terbukti kebenarannya. Masihkah kita ragu akan kebenaran itu? Lantas apa yang akan terjadi ketika Isa turun ke muka bumi?

Dikatakan dalam sebuah buku berjudul Menyingkap 110 Misteri Alam Kubur, karya Salim H.J. bahwa Nabi Isa nantinya akan berperang Salib seperti yang dilakukan oleh Imam Mahdi. Tahukah Anda, bahwa dalam perang tersebut, bukan hanya manusia yang akan membantu Nabi Isa? Lalu siapa? Nabi Isa memiliki tentara perang yakni malaikat dan jin.

Pada saat itu, dunia Islam juga melakukan peperangan melawan orang non Muslim mengikuti jejak Nabi Isa dan diberi kemenangan oleh Allah. Pada pertempuran itu orang-orang non Muslim banyak yang tewas. Sedangkan, mereka yang masih hidup melarikan diri dan berlindung di balik pepohonan dan bebatuan. Tapi, tahukah Anda apa yang akan terjadi?

 http://i1.wp.com/islampos.com/wp-content/uploads/2013/01/turun-nabi-isa_akhir-zaman.jpg?resize=620%2C326

Nabi Isa dan kaum muslimin tidak akan mengalami kesulitan mencari orang-orang non Muslim yang melarikan diri tersebut. Sebab, setiap pohon dan batu yang digunakan mereka untuk berlindung dapat memberitahu kepada kaum muslimin bahwa dirinya digunakan untuk berlindung oleh orang-orang non Muslim.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sehingga kaum muslimin berperang melawan Yahudi sehingga kaum Yahudi bersembunyi dibalik batu dan pepohonan. Maka berkatalah batu dan pepohonan itu (memberi tahu kaum muslimin), ‘Wahai orang Islam, ini ada orang Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuhlah dia’,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sungguh luar biasa kekuatan umat Muslim. Dalam sejarahnya pun dikisahkan bahwa meski pasukannya sedikit, tetapi kaum muslimin mampu mengalahkan musuh Islam yang banyak. Mengapa bisa begitu? Tiada lain ini semua berkat kasih sayang Allah kepada kita. Allah menggerakkan makhluknya yang lain, yang tak mampu dilihat manusia untuk membantu manusia. Wallahu ‘alam.

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Hati-hati! Meski Sudah Meninggal, 2 Dosa Ini Akan Terus Mengalir


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUI2c6QxU3-ZjIb0Z1fGIV2xutOqJwbshRZ-J8y9tQDHX8ptiHWMr6NPa073TsM0EKvoRsZtVIcbG3unyBmi85cyzHpB5E3Ld0cEKBp9uDr2TdKUodtK4iqpCmYXU2FFK_XUMWpi3OfHg/s1600/Kuburan+Paling+Seram+05.jpg

KETIKA seseorang meninggalkan dunia, tentu ia pun akan meninggalkan jejaknya. Jejaknya itulah yang akan mempengaruhi keadaannya di akhirat. Jadi, meski ia telah wafat, amal perbuatan yang ia lakukan akan tetap mengalir.

Selagi di dunia, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk melakukan amal kebajikan. Dengan begitu, perbuatan tersebut bisa saja menjadi amal baik untuknya meski ia tidak di dunia. Sebab, jika kita mampu berbuat baik dan mengajak orang lain pada kebaikan, tentu pahalanya akan terus mengalir.

Seperti halnya perbuatan baik, perbuatan buruk yang dilakukan selama hidup di dunia pun bisa saja memberikan efek pada kita di akhirat kelak. Meski tak lagi melakukan perbuatan dosa itu dikarenakan kita telah meninggalkan dunia, tapi dosa itu akan tetap mengalir. Mengapa? Sebab, kita menanggung dosa orang lain. Kok bisa? Dosa apakah itu?

Dikutip dalam infoyunik.com, bahwa ada dua jenis dosa yang ganjarannya akan terus mengalir pada orang yang telah meninggal, disebabkan perbuatannya di dunia.

1. Menjadi Pelopor Maksiat

Seorang pelopor berarti ia adalah orang yang pertama kali melakukannya. Seseorang yang menjadi pelopor kemaksiatan, maka ketika orang lain mengikuti jejaknya itu, meski ia telah meninggal, dosanya akan terus mengalir. Tetapi, orang yang melakukan perbuatannya itu tidak akan dikurangi sedikit pun dosanya.

Dalam hadis dari Jarir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Siapa yang mempelopori satu kebiasaan yang buruk dalam Islam, maka dia mendapatkan dosa keburukan itu, dan dosa setiap orang yang melakukan keburukan itu karena ulahnya, tanpa dikurangi sedikitpun dosa mereka,” (HR. Muslim).

Orang yang berperan sebagai pelopor ini tidak mengajak apalagi memotivasi orang lain untuk melakukan perbuatan maksiat. Tetapi, apa yang dilakukannya itu membuat orang lain menjadi terinspirasi melakukan hal yang sama. Itulah sebabnya, ia akan menanggung dosa-dosa mereka yang terinspirasi untuk berbuat maksiat sama seperti yang ia lakukan.


https://absoluterevo.files.wordpress.com/2013/04/kuburan.jpg?w=320&h=240

2. Mengajak Orang Lain pada Kesesatan dan Perbuatan Maksiat

Lain halnya dengan pelopor, kategori kedua ini secara terang-terangan mengajak orang lain untuk melakukan perbuatan maksiat. Bahkan, ia memberikan jalan kesesatan. Di mana orang lain tidak menyadari bahwa apa yang ia arahkan merupakan hal yang merugikan. Maka, ketika ada orang lain yang tertarik mengikuti jejaknya, ia akan menganggung dosanya hingga akhirat kelak.

Dalam hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Siapa yang mengajak kepada kesesatan, dia mendapatkan dosa, seperti dosa orang yang mengikutinya, tidak dikurangi sedikitpun,” (HR. Ahmad 9398, Muslim 6980, dan yang lainnya).

Kedua hal itu begitu membahayakan bagi kita. Maka, lebih berhati-hatilah dalam bertindak. Jangan biarkan diri kita melakukan perbuatan maksiat baru, artinya mempelopori perbuatan maksiat. Apalagi sampai mengajak orang lain untuk berbuat maksiat. Sungguh, jika kita melakukan itu, kita akan merugi di akhirat kelak. Mengapa? Karena kita menanggung beban dosa, padahal kita tidak melakukannya, melainkan dari para pembuatan dosa yang mengikuti jejak kita.

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Mulai dari Diperlihatkan Tempatnya di Surga, Inilah Beberapa Bentuk Nikmat dalam Kubur


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAWZFfbnTYNrQkXVtlZB0ab1O10dRa0AwW2Iey1_xoLU9HXy6Oaaq3iJL62dWhuc92OrvPM-u0ANMh8RblAgAXU3r0NgH519iNOBLnaS2GpSGxxsva5IRbPeTFARk-s01jbt0lI3NhMRvO/s640/Ilustrasi-Nikmat-Kubur-horz-horz.jpg

SELAIN siksa kubur, Allah Swt. Juga menjanjikan nikmat kubur bagi hambanya yang beriman dan beramal shalih. Mereka akan diberikan hadiah berupa nikmat kubur dengan berbagai macam bentuknya.
Berikut adalah beberapa bentuk kenikmatan dalam kubur:

1. Diluaskan kuburnya, diperlihatkan tempatnya di surga, dan didatangkan orang yang sangat tampan sebagaimana yang rasulullah Saw. kabarkan dalam hadits Al-Bara: “Maka gelarkanlah permadani dari surga, dandanilah ia dengan pakaian dari surga. Bukakanlah baginya sebuah pintu ke surga, maka sampailah padanya wangi dan keindahannya. Dilapangkan kuburnya sejauh mata memandang, kemudian datang kepadanya seorang yang tampan wajahnya, bagus pakaiannya dan wangi baunya.”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud).

2, Ruhnya dikumpulkan bersama arwah orang mukmin. Ruhnya dikumpulkan bersama orang-orang beriman. “Dari hasan dia berkata, telah bersabda Rasulullah Saw., “Apabila seorang hamba mukmin meninggal dunia, maka ruhnya bertemu dengan ruh-ruh orang yang beriman.” (HR. Hakim)

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiQPocmDpge5dFPf3Hr4u6NuiK57L7AtKc_8hZhqFvJNwXqF3q5p56tFil5hAkUuG3XfDPyZKuHHZM598uIs37JCw-cvMbl7YcW7MZThYbYb9PnlQLxwWtEuXhCxDcNMcHM1Ec-MgGyn_t/s1600/0FwXsB-aO4Y.jpg

3. Diberi rizki oleh Allah Swt. Al-qur’an sendiri menyatakan bahwa orang yang mati syahid langsung mendapat nikmat kubur dan langsung lolos dari fitnah kubur. Al-qur’an menyatakan:

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhan mereka dengan mendapat rezeki.” (Q.s Ali Imran: 169).

Itulah beberapa bentuk kenikmatan kubur yang digambarkan dalam Al-qur’an dan Al-hadits di alam kubur yang akan diberikan kepada hamba-hamba Allah yang beriman dan bertakwa. Allah Swt. Maha berkuasa untuk memberikan kenikmatan dan rahmatnya bagi siapa saja.

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Meninggal pada Hari Jumat Terbebas dari Siksa Kubur, Benarkah Demikian?


http://i0.wp.com/www.tandapagar.com/sign/wp-content/uploads/2016/01/sholat-jenazah.jpg?fit=800%2C533

KITA pasti sering mendengar dengan pernyataan bahwa orang yang meninggal pada hari jumat akan terbebas dari siksa kubur. Tapi benarkah demikian?

Dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Tidak ada seorang muslim pun yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at kecuali Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad no. 6582 dan At-Tirmidzi no. 1074)

Akan tetapi para ulama hadis berbeda pendapat tentang kesahihan hadis ini. Mereka berpendapat bahwa hadis itu adalah hadis dhaif. Imam Tirmizi ketika meriwayatkan hadis ini menjelaskan hadis tersebut adalah hadis gharib, yang kemudian ditegaskannya lagi sanadnya tidak tersambung (munqathi’/terputus).

Ibnu Hajar al-‘Asqalani menegaskan dalam kitab Fathul Bari sanad hadis ini dhaif dan juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan lafaz yang semisalnya dari Hadis Anas bin Malik, tetapi sanadnya lebih dhaif lagi.

Syekh Syu’aib Al-Arnauth ketika memberi komentar terhadap hadis ini dalam Musnad Imam Ahmad mengatakan sanad hadis itu dhaif. Kemudian, ia menyebutkan beberapa hadis yang mendukung dan menegaskan semua hadis yang mendukung tersebut tidak bisa digunakan untuk menguatkan hadis ini. Dan, Albani telah salah karena mengatakan hadis itu hasan atau sahih dalam kitabnya Ahkam al-Janaiz.

Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Abdurrazzak dalam kitabnya al-Mushannaf dengan lafaz “dilepaskan dari azab kubur”, tetapi dalam sanadnya ada Ibnu Juraij yang terkenal dalam mentadlis hadis.

Sebagian ulama mengatakan jika memang kematian seseorang pada hari tertentu memiliki keutamaan atau keistimewaan tentunya hari Senin lebih utama karena pada hari itulah Nabi Muhammad SAW, kekasih dan makhluk paling mulia yang diciptakan Allah SWT, meninggal dunia.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6lNNshgXywsKKYKP1KNpZXOpRYvZMxonyO2ZdTcBMUw3k_BAI5_CFAoPsK-XPkLVFpylENKf9-G_DOSnLiSRvhhsqU7bmDVGiV_nrzI__XgbGgzs4J77KsF6ZW9rtspWEpUmBXk0tI4Ul/s1600/jenazah.jpg

Jika hadis-hadist di atas adalah hadis sahih maka itu menunjukkan keutamaan bagi Muslim dan Muslimah yang meninggal pada hari Jumat. Dan, tentunya keutamaan ini hanya bagi kaum Muslimin yang meninggal dalam ketauhidan, yakni keimanannya tidak dinodai oleh kemusyrikan, kekufuran, serta segala yang membatalkan keimanan seseorang.

Sedangkan, mereka yang meninggal dalam kemusyrikan dan kekufuran tentunya akan mendapatkan azab kubur dan siksa neraka sebagaimana yang telah dijanjikan Allah SWT dalam Al-Quran dan Sunah Rasul-Nya.

Sebagai seorang Muslim dan berpegang pada akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, kita tidak boleh memastikan bahwa seseorang akan masuk surga atau masuk neraka, kecuali yang sudah disebutkan oleh Nabi saw dalam hadis-hadisnya.

Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Masih Meragukan Hukum Haramnya Rokok? Lihat Fakta Yang disembunyikan Oleh Perusahaan Rokok

http://www.masuk-islam.com/wp-content/uploads/merokok-penyebab-kematian.jpg

Ada sebuah soal di website Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz yang pernah menjabat sebagai ketua komisi fatwa di KSA (Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’):

Sahabatku masih belum yakin akan haramnya merokok. Sahabatku tersebut berkata, “Aku tidak mau membenarkan hal itu sampai aku sendiri yang mendengar fatwa dari Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz yang menerangkan tentang hukum merokok.” Jadi tolong, wahai Syaikh untuk menyampaikan nasehat pada sahabatku tersebut. Jazakumullah khoiron.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz memberikan jawaban,

Merokok menurut kami hukumnya haram. Kita pun telah mengetahui bagaimana hukum rokok itu sendiri dari sisi bahaya yang begitu banyak yang ditimbulkan. Itulah mengapa rokok itu haram tanpa diragukan lagi. Para pakar kesehatan telah menyatakan bahwa rokok dapat menimbulkan bahaya yang amat banyak. Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk meninggalkan dan berhati-hati dengan rokok. Allah sendiri melarang orang yang beriman mencelakakan dirinya sendiri. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“. (QS. Al Baqarah: 195). Allah Ta’ala juga berfirman,

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu“. (QS. An Nisaa: 29).  Oleh karenanya, wajib bagi setiap mukmin dan mukminah untuk menjauhi apa yang Allah haramkan dan apa yang menimbulkan bahaya bagi agama, diri dan badannya. Allah sungguh amat menyayangi hamba-Nya, jadinya Allah pun melarang segala hal yang bisa memudhorotkan mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ

“Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya.” Rokok sudah amat jelas memberikan dampak bahaya dan hal ini telah disepakati oleh pakarnya, yaitu para dokter. Ahli kesehatan dan para peneliti telah sepakat (berijma’) akan dampak rokok yang amat-amat berbahaya.

Aku menasehati kepada sahabatmu untuk bertakwa pada Allah dan hendaklah ia meninggalkan hal-hal yang kotor, lalu hendaklah ia bertaubat pada Allah karena dosa tersebut. Semoga seperti ini bisa mengendalikan kesehatannya, selamat dari murka Allah, dan hartanya pun jadi terjaga (tidak boros).

Wallahul musta’an.

Sumber fatwa: http://www.binbaz.org.sa/mat/12026

Silakan baca artikel “Jika rokok haram, siapa yang akan hidupi petani?“

@ Sakan 16 KSU, Riyadh KSA

30 Syawwal 1432 H (28/09/2011)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgp5owxvIHUQYB2uuRCuA16iGzriAYNJUZWithRX8Fsl00MgoEryP-75xH_r5pCifgs85CUr2kvbPLKEyu8vcErYnQPVl7TXcv2HkcaD13b_faUR6qi73X0MMblYOBPpfInC9V9kjWkYyTT/s1600/1251453462.jpg

Tambahan dari kolom komentar yang menyatakan ternyata nikotin mengandung unsur radioaktif

Selain nikotin dan ratusan racun berbahaya lainnya, rokok juga mengandung unsur radioaktif yang disebut sebagai ion alfa. Keberadaan unsur berbahaya ini diklaim sudah diketahui oleh industri rokok, namun disembunyikan selama 42 tahun.

Klaim mengejutkan ini disampaikan oleh para peneliti dari University of California di Los Angeles dan dipublikasikan di jurnal Nicotine and Tobacco Research. Para peneliti mengungkap hal itu setelah mempelajari dokumen-dokumen rahasia dari industri rokok sejak tahun 1998.

Salah satu dokumen menyebutkan, adanya bahan radioaktif dalam rokok sudah diketahui 5 tahun lebih awal daripada yang diduga selama ini. Pada awal 1960-an, industri rokok diam-diam sudah melakukan investigasi mendalam terkait kemungkinan adanya unsur radiasi.

“Industri rokok sudah menyadari adanya unsur radioaktif dalam rokok sejak 1959. Mereka tahu itu memicu kanker, tetapi menyembunyikan fakta itu bertahun-tahun,” ungkap Hrayr S Karagueuzian, profesor kardiologi yang memimpin penelitian itu seperti dikutip dari Indiavision, Jumat (30/9/2011).Tak hanya itu, dokumen tersebut juga menunjukkan bahwa selama itu industri rokok berusaha mengaburkan fakta tentang radiasi asap rokok dan bahayanya bagi kesehatan.

Hasil-hasil penyelidikan tentang ion alfa yang berbahaya tidak boleh dipublikasikan.Unsur radioaktif dalam rokok, seperti ditulis detikHealth sebelumnya, berasal dari mineral alami di dalam tanah maupun penggunaan pupuk.

Salah satu unsur yang melepaskan ion alfa adalah polonium, yang tingkat radiasinya disebut-sebut 7 kali lebih besar dari sinar X.Efek radiasi pada asap rokok bisa terakumulasi, kemudian dalam jangka panjang akan memicu kerusakan paru-paru atau bahkan kanker. Bukan hanya perokok aktif saja yang bisa terkena dampaknya, perokok pasif atau bahkan third hand smoker juga terancam kesehatannya.

Sumber: www.detikhealth.com



Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Keutamaan Shalat Dhuha, Sebagai Pengganti Sedekah Persendian


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWQRCZPTFBoaOjMkGI0eB2vOFetoJiNpVFyd_ov1swVhwLYgIyzU8Sll_y77UZ0fEd1_ToUaIJUiCrk7GpceZqi4XTjm2l4OM_-61en0FcK7Sfrh-dTYsXdyI1NnvccW08YFkc8J8793U/s1600/solat-duha.jpg

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi Lc

Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan shalat-shalat sunnah untuk menyempurnakan ibadah shalat wajib yang terkadang tidak dapat sempurna pahalanya. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ

Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab dari seorang hamba ialah shalatnya. Apabila baik, maka ia telah beruntung dan selamat; dan bila rusak, maka ia telah rugi dan menyesal. Apabila kurang sedikit dari shalat wajibnya , maka Rabb Azza wa Jalla berfirman, “Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki shalat tathawwu’ (shalat Sunnah),” lalu disempurnakanlah dengannya yang kurang dari shalat wajibnya tersebut, kemudian seluruh amalannya diberlakukan demikian. [HR at-Tirmidzi]. Dan di antara yang disyariatkan ialah shalat Dhuha.

KEUTAMAAN SHALAT DHUHA
1. Mencukupkan sedekah sebanyak persendian manusia, yaitu 360 persendian, sebagaimana dijelaskan dalam hadits:

عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى. (أخرجه مسلم).

Dari Abu Dzar, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau telah bersabda: “Di setiap pagi, ada kewajiban sedekah atas setiap persendian dari salah seorang kalian. Setiap tasbiih adalah sedekah, setiap tahmiid adalah sedekah, setiap tahliil adalah sedekah, setiap takbiir adalah sedekah, amar makruf nahi mungkar adalah sedekah. Dan dapat memadai untuk semua itu, dua rakaat yang dilakukan pada waktu Dhuha”.[1]

Juga sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

فِي الْإِنْسَانِ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَسِتُّونَ مَفْصِلًا فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهُ بِصَدَقَةٍ قَالُوا وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ النُّخَاعَةُ فِي الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا وَالشَّيْءُ تُنَحِّيهِ عَنْ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُكَ

“Dalam diri manusia ada 360 persendian, lalu diwajibkan sedekah dari setiap sendinya,” mereka bertanya,”Siapa yang mampu demikian, wahai Nabi Allah?” Beliau menjawab,”Memendam riak yang ada di masjid dan menghilangkan sesuatu (gangguan) dari jalanan. Apabila tidak mendapatkannya, maka dua raka’at shalat Dhuha mencukupkanmu.” [2]

2. Allah Subhanahu wa Ta’alamenjaga orang yang shalat Dhuha empat rakaat pada hari tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam hadits:

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ أَوْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ ابْنَ آدَمَ ارْكَعْ لِي مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ أَكْفِكَ آخِرَهُ أخرجه الترمذي. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ

Dari Abu Dardaa’ atau Abu Dzar, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dari Allah Subhanahu wa Ta’alabahwa Allah berfirman: “Wahai Bani Adam, shalatlah untuk-Ku pada awal siang hari empat rakaat, niscaya Aku menjagamu sisa hari tersebut”.[3]

3. Shalat Dhuha merupakan shalat al-awwâbîn. Yaitu orang yang banyak bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang berbunyi:

لاَ يُحَافِظُ عَلَى صَلاَةِ الضُّحَى إِلاَّ أَوَّابٌ قَالَ وَهِيَ صَلاَةُ الأَوَّابِيْنَ. (أخرجه الحاكم).

Tidaklah menjaga shalat Dhuha kecuali orang yang banyak bertaubat kepada Allah.[4]

HUKUM SHALAT DHUHA[5]
Para ulama berselisih tentang hukum shalat Dhuha dalam beberapa pendapat sebagai berikut.

1. Hukumnya sunnah mutlak, dan disunnahkan melakukannya setiap hari.
Demikian ini madzhab mayoritas ulama, yang berargumentasi dengan beberapa dalil.

a. Keumuman hadits-hadits tentang keutamaan shalat Dhuha sebagaimana telah disebutkan terdahulu.

b. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu yang berbunyi:

أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ

Kekasihku Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat kepadaku dengan tiga hal: puasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat Dhuha dan Witir sebelum tidur. [Muttafaqun ‘alaihi].

Syaikh Ibnu ‘Utsaimîn rahimahullah menyatakan, hadits ini menunjukkan bahwa shalat Dhuha adalah sunnah mutlak yang dilakukan setiap hari.[6]

c. Hadits Mu’âdzah al-‘Adawiyah ketika bertanya kepada ‘Âisyah dengan sebuah pertanyaan:

كَمْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي صَلَاةَ الضُّحَى قَالَتْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَيَزِيدُ مَا شَاءَ

“Dahulu, berapa rakaat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Dhuha?” Beliau menjawab,”Empat rakaat, dan menambah sesukanya”.[7]

2. Hukumnya sunnah, namun tidak dilakukan setiap hari.

3. Hukumnya bukan sunnah, inilah pendapat Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma

4. Shalat Dhuha hanya disunnahkan karena faktor tertentu.

Pendapat ini dirajihkan Ibnu Taimiyyah rahimahullah dan Ibnul-Qayyim rahimahullah.

Menurut beliau (Ibnul-Qayyim), barang siapa yang menelaah hadits-hadits marfu’ dan atsar sahabat, tentu akan menyimpulkannya hanya mendukung pendapat ini. Adapun hadits-hadits yang berupa anjuran dan wasiat untuk melakukannya, maka yang shahîh darinya, seperti hadits Abu Hurairah dan Abu Dzar Radhiyallahu anhuma tidak menunjukkan jika shalat Dhuha sebagai sunnah yang terus dikerjakan untuk setiap orang.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepada Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan wasiat itu, karena telah diriwayatkan bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dahulu memilih belajar hadits pada malam hari dari pada shalat, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan melakukannya pada waktu Dhuha sebagai ganti shalat malam. Oleh karena itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk tidak tidur kecuali setelah berwitir, dan tidak memerintahkan hal itu kepada Abu Bakar, ‘Umar dan seluruh sahabat lainnya radhiyallahu ‘anhum.[8]

Sedangkan Ibnu Taimiyyah rahimahullah, setelah menjelaskan sunnahnya shalat Dhuha, beliau rahimahullah menyatakan, masalahnya apakah yang lebih utama melakukannya secara terus-menerus ataukah tidak, karena mencontoh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Demikian ini yang menjadi perselisihan para ulama. Yang rajih dikatakan, barang siapa yang kontinyu melakukan shalat malam, maka itu mencukupinya dari melakukan shalat Dhuha terus-menerus, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu demikian. Barang siapa yang tidak melakukan shalat malam, maka shalat Dhuha menjadi pengganti shalat malam.[9]

Adapun yang rajih dari pendapat-penpat tersebut, Insya Allah adalah pendapat pertama, karena keumuman anjuran melakukan shalat Dhuha. Demikian pula yang dirajihkan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah. Beliau menyatakan, yang rajih ialah sunnah mutlak yang terus-menerus dilakukan. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ

(Setiap hari wajib bersedekah bagi setiap persendian dari salah seorang kalian).

Para ulama menjelaskan, bahwa pada tubuh manusia terdapat 360 jumlah persendian, sehingga setiap orang harus bersedekah 360 sedekah setiap hari. Yang dimakusdkan dengan sedekah ini bukan berupa harta, tetapi berupa amalan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَفِي كُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

(Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar makruf nahi mungkar adalah sedekah. Mencukupkan dari itu semua dua rakaat yang dilakukan di waktu Dhuha).

Berdasarkan hadits ini, maka kami berpendapat bahwa hukum shalat Dhuha ialah sunnah yang selalu dikerjakan, karena kebanyakan manusia tidak mampu memberikan sedekah hingga 360 sedekah.[10] Wallahu a’lam.

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjk_LCNV89g9jEGFsrUXiLB2iF6eY0-KpdESIAse_D0N1DsyAxUk2AvwfdxHua8kPSfxGiVkqFk6A29lmt_eGMtUXwj3Jh-v8cNtCJu-WgYxj0iJlPwX1McjaFSjUk9U2GPW1n2VeB6ji4w/w1200-h630-p-nu/hikmah+dan+keutamaan+sholat+dhuha.jpg

WAKTU PELAKSANAAN SHALAT DHUHA
Waktu shalat Dhuha dimulai dari terbitnya matahari hingga menjelang matahari tergelincir (zawâl). Sedangkan akhir waktu Dhuha, yaitu dengan tergelincirnya matahari yang menjadi awal waktu Zhuhur.

Secara rinci Syaikh Ibnu ‘Utsaimîn menjelaskan bahwa waktu Dhuha berawal setelah matahari terbit seukuran tombak, yaitu sekitar satu meter. Adapun dalam perhitungan jam, yang ma’ruf ialah sekitar 12 menit, atau untuk lebih hati-hati sekitar 15 menit. Apabila telah berlalu 15 menit dari terbit matahari, maka hilanglah waktu terlarang dan masuklah waktu untuk bisa menunaikan shalat Dhuha. Sedangkan akhir waktunya, ialah sekitar sepuluh menit sebelum matahari tergelincir. [11]

Dalil yang menjadi penetapan awal waktu Dhuha, yaitu hadits Abu Dzar yang berbunyi:

عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ ابْنَ آدَمَ ارْكَعْ لِي مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ أَكْفِكَ آخِرَهُ أخرجه الترمذي.

Dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa Allah berfirman: “Wahai Bani Adam, shalatlah untuk-Ku pada awal siang hari empat rakaat, niscaya Aku menjagamu pada sisa hari tersebut”.

Adapun jeda sebelumnya, karena ada larangan shalat sebelum matahari tergelincir. Oleh karena itu, Syaikh Ibnu ‘Utsaimîn rahimahullah menyatakan, “Jika demikian, waktu shalat Dhuha dimulai setelah keluar dari waktu larangan pada awal siang hari (pagi hari) sampai adanya larangan saat tengah hari”.[12]

WAKTU PALING UTAMA
Adapun waktu paling utama dalam pelaksanaan shalat Dhuha ialah di akhir waktunya. Demikian menurut penjelasan Syaikh Ibnu ‘Utsaimîn rahimahullah, dan hal ini dijelaskan oleh hadits:

أَنَّ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ رَأَى قَوْمًا يُصَلُّونَ مِنْ الضُّحَى فَقَالَ أَمَا لَقَدْ عَلِمُوا أَنَّ الصَّلَاةَ فِي غَيْرِ هَذِهِ السَّاعَةِ أَفْضَلُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ

Sesungguhnya Zaid bin Arqam melihat satu kaum melakukan shalat Dhuha, lalu ia berkata: “Apakah mereka belum mengetahui bahwa shalat pada selain waktu ini lebih utama? Sesungguhnya, dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, shalat al-awwabîn (ialah) ketika anak onta kepanasan”.[14]

JUMLAH RAKA’AT DAN TATA CARA SHALAT DHUHA
Seorang muslim disyariatkan melakukan shalat Dhuha dua rakaat, atau empat, atau enam, atau delapan, atau lebih tanpa ada batasan tertentu. Inilah yang dirajihkan Syaikh Ibnu ‘Utsaimîn rahimahullah sebagaimana beliau telah menyatakan, bahwa pendapat yang benar, tidak ada batasan maksimalnya, karena ‘Aisyah berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا وَيَزِيدُ مَا شَاءَ الله

(Dahulu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat Dhuha empat rakaat, dan menambahnya sangat banyak).[15]

Seandainya seseorang mengerjakannya sejak matahari terbit seukuran tombak sampai menjelang matahari tergelincir, misalnya 40 rakaat, maka semua ini termasuk dalam shalat Dhuha.[16]

Adapun pelaksanaannya, semua dilakukan dengan dua rakaat dua rakaat berdasarkan keumuman sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

صَلَاةُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى

Shalat malam dan siang adalah dua rakaat dua rakaat.[17]

Demikianlah beberapa penjelasan mengenai shalat Dhuha, semoga bermanfaat.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XI/1428/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. HR Muslim, kitab Shalât al-Musâfirîn wa Qashruha, Bab: Istihbâb Shalat ad-Dhuha, hadits No. 720.
[2]. HR Abu Dawud no. 5242 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni dalam kitab Irwâa`ul-Ghaliil, 2/213 dan at-Ta’liq ar-Raghib, 1/235.
[3]. HR at-Tirmidzi, kitab Shalât, Bab: Mâ Jâ`a fi Shalât ad-Dhuha, no. 475. Abu ‘Isa berkata: “Hadits hasan gharib”. Hadits ini dishahîhkan Ahmad Syakir dalam tahqiq beliau atas kitab at-Tirmidzi. Juga dishahihkan Syaikh al-Albâni dalam Shahîh Sunan at-Tirmidzi, 1/147.
[4]. HR al-Hâkim dalam al-Mustadrak, 1/314. Syaikh al-Albâni menilai sebagai hadits hasan dalam Silsilah al-Ahâdits ash-Shahîhah no. 1994; lihat 2/324.
[5]. Lihat asy-Syarhu al-Mumti’, 4/115-117. Shahih Fiqhis-Sunnah, 1/422-424. Zâdul-Ma’âd, 1/318-348.
[6]. Asy-Syarhul-Mumti’, 4/116.
[7]. HR Muslim, kitab Shalaat al-Musâfirîn wa Qashruha, Bab: Istihbâb Shalât ad-Dhuha, hadits no. 719.
[8]. Zâdul-Ma’âd, 1/346.
[9]. Majmu’ Fatâwâ, 22/284.
[10]. Asy-Syarhul-Mumti’, 4/117.
[11]. Lihat asy-Syarhul-Mumti’, 4/122-123.
[12]. Asy-Syarhul-Mumti’, 4/123.
[13]. Asy-Syarhul-Mumti’, 4/123.
[14]. HR Muslim, kitab Shalat al-Musafirin wa Qashruha, Bab: Shalat al-Awwabina Hiina Tarmidhu al-Fishâl, no. 748.
[15]. HR Muslim, kitab Shalat al-Musafirin wa Qashruha, Bab: Istihbâb Shalat ad-Dhuha, no. 719.
[16]. Asy-Syarhul-Mumti’, 4/119.
[17]. HR an-Nasâ`i, dalam kitab Qiyâmul-Lail wa Tathawu’ an-Nahar, Bab: Kaifa Shalatul-Lail, 3/227. Ibnu Majah dalam kitab Iqâmat ash-Shalat was-Sunnah fî ha, Bab: Mâ Jâ fî Shalatul-Lail wan-Nahâr Matsna-Matsna, no. 1322. Dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Shahîh Ibnu Majah, 1/221.




Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Ternayata Tata Cara Wudhu Yang Diajarkan Oleh Rasulullah Sangat Mudah dan Gampang


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-dXWOOQxkuUA_0JZGX7fqy30zgK6v8dJ_b0tVlYMf6FQKZHKQdUGeICorktlTq8SmCqAWFhcBSqaadkvh0XvbP9uypQaIMlaux8L2evX9KN5Jj-VROWDIi8ZzNuKp-VmozkhkG6D17E8Z/s1600/wudhu.jpg

Secara syari’at wudhu’ ialah menggunakan air yang suci untuk mencuci anggota-anggota tertentu yang sudah diterangkan dan disyari’at kan Allah subhanahu wata’ala. Allah memerintahkan:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melakukan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan , kedua mata-kaki (Al-Maaidah:6).

Allah tidak akan menerima shalat seseorang sebelum ia berwudhu’ (HSR. Bukhari di Fathul Baari, I/206; Muslim, no.255 dan imam lainnya).

Rasulullah juga mengatakan bahwa wudhu’ merupakan kunci diterimanya shalat. (HSR. Abu Dawud, no. 60).

Utsman bin Affan ra berkata: “Barangsiapa berwudhu’ seperti yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan perjalanannya menuju masjid dan shalatnya sebagai tambahan pahala baginya” (HSR. Muslim, I/142, lihat Syarah Muslim, III/13).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Barangsiapa menyempurnakan wudhu’nya, kemudian ia pergi mengerjakan shalat wajib bersama orang-orang dengan berjama’ah atau di masjid (berjama’ah), niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya” (HSR. Muslim, I//44, lihat Mukhtashar Shahih Muslim, no. 132).

Maka wajiblah bagi segenap kaum muslimin untuk mencontoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dalam segala hal, lebih-lebih dalam berwudhu’. Al-Hujjah kali ini memaparkan secara ringkas tentang tatacara wudhu’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melakukan wudhu’:

1. Memulai wudhu’ dengan niat.

Niat artinya menyengaja dengan kesungguhan hati untuk mengerjakan wudhu’ karena melaksanakan perintah Allah subhanahu wata’ala dan mengikuti perintah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Salam.

Ibnu Taimiyah berkata: “Menurut kesepakatan para imam kaum muslimin, tempat niat itu di hati bukan lisan dalam semua masalah ibadah, baik bersuci, shalat, zakat, puasa, haji, memerdekakan budak, berjihad dan lainnya. Karena niat adalah kesengajaan dan kesungguhan dalam hati. (Majmu’atu ar-Rasaaili al-Kubra, I/243)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menerangkan bahwa segala perbuatan tergantung kepada niatnya, dan seseorang akan mendapatkan balasan menurut apa yang diniatkannya… (HSR. Bukhari dalam Fathul Baary, 1:9; Muslim, 6:48).


2. Tasmiyah (membaca bismillah)

Beliau memerintahkan membaca bismillah saat memulai wudhu’. Beliau bersabda:

Tidak sah/sempurna wudhu’ sesorang jika tidak menyebut nama Allah, (yakni bismillah) (HR. Ibnu Majah, 339; Tirmidzi, 26; Abu Dawud, 101. Hadits ini Shahih, lihat Shahih Jami’u ash-Shaghir, no. 744).

Abu Bakar, Hasan Al-Bashri dan Ishak bin Raahawaih mewajibkan membaca bismillah saat berwudhu’. Pendapat ini diikuti pula oleh Imam Ahmad, Ibnu Qudamah serta imam-imam yang lain, dengan berpegang pada hadits dari Anas tentang perintah Rasulullah untuk membaca bismillah saat berwudhu’. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Berwudhu’lah kalian dengan membaca bismillah!” (HSR. Bukhari, I: 236, Muslim, 8: 441 dan Nasa’i, no. 78)

Dengan ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam: ”Berwudhu’lah kalian dengan membaca bismillah” maka wajiblah tasmiyah itu. Adapun bagi orang yang lupa hendaknya dia membaca bismillah ketika dia ingat. Wallahu a’lam.


3. Mencuci kedua telapak tangan

Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam mencuci kedua telapak tangan saat berwudhu’ sebanyak tiga kali. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam juga membolehkan mengambil air dari bejancdengan telapak tangan lalu mencuci kedua telapak tangan itu. Tetapi Rasulullah melarang bagi orang yang bangan tidur mencelupkan tangannya ke dalam bejana kecuali setelah mencucinya. (HR. Bukhari-Muslim)


4. Berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung

Yaitu mengambil air sepenuh telapak tangan kanan lalu memasukkan air kedalam hidung dengan cara menghirupnya dengan sekali nafas sampai air itu masuk ke dalam hidung yang paling ujung, kemudian menyemburkannya dengan cara memencet hidung dengan tangan kiri. Beliau melakukan perbuatan ini dengan tiga kali cidukan air. (HR. Bukhari-Muslim. Abu Dawud no. 140)

Imam Nawawi berkata: “Dalam hadits ini ada penunjukkan yang jelas bagi pendapat yang shahih dan terpilih, yaitu bahwasanya berkumur dengan menghirup air ke hidung dari tiga cidukan dan setiap cidukan ia berkumur dan menghirup air ke hidung, adalah sunnah. (Syarah Muslim, 3/122).

Demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menganjurkan untuk bersungguh-sungguh menghirup air ke hidung, kecuali dalam keadaan berpuasa, berdasarkan hadits Laqith bin Shabrah. (HR. Abu Dawud, no. 142; Tirmidzi, no. 38, Nasa’i )


5. Membasuh muka sambil menyela-nyela jenggot.

Yakni mengalirkan air keseluruh bagian muka. Batas muka itu adalah dari tumbuhnya rambut di kening sampai jenggot dan dagu, dan kedua pipi hingga pinggir telinga. Sedangkan Allah memerintahkan kita:

”Dan basuhlah muka-muka kamu.” (Al-Maidah: 6)

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Humran bin Abaan, bahwa cara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam membasuh mukanya saat wudhu’ sebanyak tiga kali”. (HR Bukhari, I/48), Fathul Bari, I/259. no.159 dan Muslim I/14)

Setalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam membasuh mukanya beliau mengambil seciduk air lagi (di telapak tangan), kemudian dimasukkannya ke bawah dagunya, lalu ia menyela-nyela jenggotnya, dan beliau bersabda bahwa hal tersebut diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala. (HR. Tirmidzi no.31, Abu Dawud, no. 145; Baihaqi, I/154 dan Hakim, I/149, Shahih Jaami’u ash-Shaghir no. 4572).

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHKs3y6RMZa604ANk_U1bMnQs_vvy-elRHAg1Oysiv2FQ4ybsdcYZBGcfmjGl5G13h_cJmppOFXWWAYYQbmGa290ijLtt9nDdNikzyk2hn2rlYHCf-xCgQQf0uwlQ55ptCe0CCSf8pS6ct/s1600/wudhu.jpg

6. Membasuh kedua tangan sampai siku

Menyiram air pada tangan sampai membasahi kedua siku, Allah subhanahu wata’ala berfirman:

”Dan bashlah tangan-tanganmu sampai siku” (Al-Maaidah: 6)

Rasulullah membasuh tangannya yang kanan sampai melewati sikunya, dilakukan tiga kali, dan yang kiri demikian pula, Rasulullah mengalirkan air dari sikunya (Bukhari-Muslim, HR. Daraquthni, I/15, Baihaqz, I/56)

Rasulullah juga menyarankan agar melebihkan basuhan air dari batas wudhu’ pada wajah, tangan dan kaki agar kecemerlangan bagian-bagian itu lebih panjang dan cemerlang pada hari kiamat (HR. Muslim I/149)

7. Mengusap kepada, telinga dan sorban

Mengusap kepala, haruslah dibedakan dengan mengusap dahi atau sebagian kepala. Sebab Allah subhanahu wata’ala memerintahkan:

”Dan usaplah kepala-kepala kalian…” (Al-Maidah: 6).

Rasulullah mencontohkan tentang caranya mengusap kepala, yaitu dengan kedua telapak tangannya yang telah dibasahkan dengan air, lalu ia menjalankan kedua tangannya mulai dari bagian depan kepalanya ke belakangnya tengkuknya kemudian mengambalikan lagi ke depan kepalanya. (HSR. Bukhari, Muslim, no. 235 dan Tirmidzi no. 28 lih. Fathul Baari, I/251)

Setelah itu tanpa mengambil air baru Rasulullah langsung mengusap kedua telingannya. Dengan cara memasukkan jari telunjuk ke dalam telinga, kemudian ibu jari mengusap-usap kedua daun telinga. Karena Rasulullah bersabda: ”Dua telinga itu termasuk kepala.”(HSR. Tirmidzi, no. 37, Ibnu Majah, no. 442 dan 444, Abu Dawud no. 134 dan 135, Nasa’i no. 140)

Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ahadits adh-Dha’ifah, no. 995 mengatakan: “Tidak terdapat di dalam sunnah (hadits-hadits nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam) yang mewajibkan mengambil air baru untuk mengusap dua telinga. Keduanya diusap dengan sisa air dari mengusap kepala berdasarkan hadits Rubayyi’:

Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam mengusap kepalanya dengan air sisa yang ada di tangannya. (HR. Abu Dawud dan lainnya dengan sanad hasan)

Dalam mengusap kepala Rasulullah melakukannya satu kali, bukan dua kali dan bukan tiga kali. Berkata Ali bin Abi Thalib ra : “Aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam mengusap kepalanya satu kali. (lihat _Shahih Abu Dawud, no. 106). Kata Rubayyi bin Muawwidz: “Aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam berwudhu’, lalu ia mengusap kepalanya yaitu mengusap bagian depan dan belakang darinya, kedua pelipisnya, dan kedua telinganya satu kali.“ (HSR Tirmidzi, no. 34 dan Shahih Tirmidzi no. 31)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam juga mencontohkan bahwa bagi orang yang memakai sorban atau sepatu maka dibolehkan untuk tidak membukanya saat berwudhu’, cukup dengan menyapu diatasnya, (HSR. Bukhari dalam Fathul Baari I/266 dan selainnya) asal saja sorban dan sepatunya itu dipakai saat shalat, serta tidak bernajis.

Adapun peci/kopiah/songkok bukan termasuk sorban, sebagaimana dijelaskan oleh para Imam dan tidak boleh diusap diatasnya saat berwudhu’ seperti layaknya sorban. Alasannya karena:

    Peci/kopiah/songkok diluar kebiasaan dan juga tidak menutupi seluruh kepala.

    Tidak ada kesulitan bagi seseorang untuk melepaskannya.

Adapun Kerudung, jilbab bagi wanita, maka dibolehkan untuk mengusap diatasnya, karena ummu Salamah (salah satu isteri Nabi) pernah mengusap jilbabnya, hal ini disebutkan oleh Ibnu Mundzir. (Lihat al-Mughni, I/312 atau I/383-384).

8. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki

Allah subhanahu wata’ala berfirman: ”Dan basuhlah kaki-kakimu hingga dua mata kaki” (Al-Maidah: 6)

Rasulullah menyuruh umatnya agar berhati-hati dalam membasuh kaki, karena kaki yang tidak sempurna cara membasuhnya akan terkena ancaman neraka, sebagaimana beliau mengistilahkannya dengan tumit-tumit neraka. Beliau memerintahkan agar membasuh kaki sampai kena mata kaki bahkan beliau mencontohkan sampai membasahi betisnya. Beliau mendahulukan kaki kanan dibasuh hingga tiga kali kemudian kaki kiri juga demikian. Saat membasuh kaki Rasulullah menggosok-gosokan jari kelingkingnya pada sela-sela jari kaki. (HSR. Bukhari; Fathul Baari, I/232 dan Muslim, I/149, 3/128)

Imam Nawai di dalam Syarh Muslim berkata. “Maksud Imam Muslim berdalil dari hadits ini menunjukkan wajibnya membasuh kedua kaki, serta tidak cukup jika dengan cara mengusap saja.”

Sedangkan pendapat menyela-nyela jari kaki dengan jari kelingking tidak ada keterangan di dalam hadits. Ini hanyalah pendapat dari Imam Ghazali karena ia mengqiyaskannya dengan istinja’.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “…barangsiapa diantara kalian yang sanggup, maka hendaklahnya ia memanjangkan kecermerlangan muka, dua tangan dan kakinya.” (HSR. Muslim, 1/149 atau Syarah Shahih Muslim no. 246)

9. Tertib

Semua tatacara wudhu’ tersebut dilakukan dengan tertib (berurutan) muwalat (menyegerakan dengan basuhan berikutnya) dan disunahkan tayaamun (mendahulukan yang kanan atas yang kiri) [Bukhari-Muslim]

Dalam penggunaan air hendaknya secukupnya dan tidak berlebihan, sebab Rasulullah pernah mengerjakan dengan sekali basuhan, dua kali basuhan atau tiga kali basuhan [Bukhari]

10. Berdoa

Yakni membaca do’a yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam:


“Asyahdu anlaa ilaa ha illalah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abdullahi wa rasuulahu. Allahummaj ‘alni minattawwabiina waja’alni minal mutathohhiriin (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah)

Dan ada beberapa bacaan lain yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam.

Semoga tulisan ini menjadi risalah dalam berwudhu’ yang benar serta merupakan pedoman kita sehari-hari.

Maraji’:

    Sifat Wudhu’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, Syaikh Fadh asy Syuwaib.

    At-Tadzkirah, Syaikh Ali Hasan al-Halabi al-Atsari




Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !

Kategori

Kategori